Mohon tunggu...
Norberta Fauko Firdiani
Norberta Fauko Firdiani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Mahasiswa Psikologi

Hiii, it's Norberta! I will review the issues using a psychological approach Happy reading you all :)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Apa yang Mendorong Seseorang Melakukan Aksi Demonstrasi?

18 Oktober 2019   19:01 Diperbarui: 19 Oktober 2019   20:31 1185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aksi demontrasi yang dilaksanankan oleh mahasiswa, pelajar, dan massa kelompok sipil pada 30 September 2019 meruapakan kelanjutan dari demo mahasiswa yang berlangsung pada 23 - 24 September 2019. 

Demonstrasi ini dilatarbelakangi oleh penolakan terhadap RUU KUHP, RUU Permasyarakatan, RUU Pertanahan, RUU Minerba, RUU Ketenagakerjaan dan RUU lainnya. 

Selain itu, pengesahan UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 17 September 2019 juga menjadi pemicu aksi demonstrasi untuk menuntut pembatalannya.

Demo di berbagai daerah yang dilakukan ini berakhir ricuh yaitu sempat terjadi bentrokan antara aparat keamanan dengan massa demokrasi. Sebenarnya, aksi demonstrasi merupakan hal yang lazim dan diperbolehkan dalam negara demokratis seperti Indonesia. 

Demonstrasi diperbolehkan oleh hukum sepanjang mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tapi, ada satu hal yang menjadi pertanyaan masyarakat pada umumnya, yakni "Apa yang mendorong seseorang melakukan aksi demonstrasi?"

Jacquelin van Stekelenburg (2015) dari Universiteit Amsterdam, menjelaskan bahwa ada 5 faktor penting yang menjelaskan tentang demontasi, yaitu keluhan, efficacy, identitas, emosi, dan keterikatan sosial.

Pertama, inti dari setiap aksi demonstrasi adalah adanya keluhan, misalnya perasaan tidak adil, kemarahan moral pada keadaan tertentu, dan perasaan kehilangan hak. 

Faktor pertama ini tercermin dari aksi demokrasi yang dilakukan massa pada 30 September 2019 di berbagai daerah karena adanya keluhan terhadap keputusan dan rencana pemerintah yang dirasa tidak adil bagi masyarakat.

Hal ini melatarbelakangi massa demokrasi untuk turun ke jalan menuntut keadilan dan hak-haknya sebagai warga negara Indonesia.

Kedua, efficacy mengacu pada keyakinan individu bahwa ada kemungkinan untuk mengubah kondisi atau kebijakan yang berdampak pada proses politik melalui protes, terutama dilakukan secara kolektif. 

Demonstrasi yang dilakukan berbagai pihak di berbagai daerah juga mengharapkan agar adanya perubahan kebijakan terkait UU KPK dan RUU KUHP oleh pemerintah. Oleh karena itu, dengan melakukan aksi demontrasi besar-besaran pemerintah diharapkan mau mendengarkan aspirasi masyarakat dan melakukan perubahan kebijakan tersebut.

Foto: Demo di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (Sumber: Ricardo/JPNN.com )
Foto: Demo di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (Sumber: Ricardo/JPNN.com )
Ketiga, identitas kelompok dimana semakin banyak orang mengidentifikasikan dengan suatu kelompok maka kecenderungan mereka untuk protes atas nama kelompok itu semakin besar. Indentifikasi diri kita sebagai bagian dari kelompok menyebabkan seseorang berperilaku sebagai anggota kelompok yang 'baik'. 

Massa yang terlibat dalam demokrasi mengidentifikasikan diri mereka sebagai warga negara Indonesia yang mendukung berbagai perubahan kebijakan. 

Massa demokrasi tersebut merasakan adanya ketidakadilan jika kebijakan tersebut disahkan, oleh karena itu mereka menuntut perubahan yanng menurutnya baik untuk bangsa Indonesia.

Keempat, emosi berfungsi sebagai akselerator, yaitu agar sesuatu bergerak lebih cepat atau sebagai amplifier, yaitu agar sesuatu terdengar lebih keras. 

Selain itu, menurut Cottam, dkk (2012) orang-orang memiliki respons emosional terhadap isu, aktor, dan peristiwa politik, dan juga terhadap prinsip-prinsip dan cita-cita politik yang mereka nilai. 

Demontrasi pada 23 -- 24 September 2019 dan 30 September 2019 merupakan respons terhadap pengesahan UU KPK pada 17 September dan RUU KUHP oleh pemerintah. Kebijakan tersebut memicu massa untuk melakukan demokrasi sebagai respons emosional agar aspirasi mereka didengar dan perubahan kebijakan dapat dilakukan secepat mungkin.

Kelima, kedekatan sosial memainkan peran yang penting dalam demokrasi karena adanya efek interaksi pada kelompok akan mempengaruhi kecenderungan berpartisipasi dalam politik (Klandermans & Stekelenburg, 2013). 

Demonstrasi yang dilaksanakan pada 30 September mayoritas dilakukan oleh mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI) yang terdiri dari sejumlah kampus di berbagai daerah, termasul BEM SI untuk turun aksi pada hari itu. 

Indentitas individu sebagai anggota dari sebauh kelompok akan mempengaruhi kecenderungan berpartisipasi dalam politik. Hal ini juga semakin didorong dengan adanya interaksi yang intes di kelompok tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa aksi demonstrasi bukan semata-mata muncul begitu saja, namun karena adanya berbagai faktor yang melatarbelakanginya.

Massa yang melakukan aksi demonstrasi yang sesuai dengan hukum yang berlaku merupakan hal yang lazim dalam negara demokrasi. Oleh karena itu sebagai warga negara yang baik, sudah sepatutnya bagi kita untuk menyampaikan aspirasi dengan cara yang dilegalkan oleh hukum.

DAFTAR RUJUKAN

  • Cottam, M. L., Uhler, B. D., Mastors, E., & Preston, T. 2012. Pengantar Psikologi Politik. Jakarta: Rajawali Pers.
  • Klandermans, B. & Stekelenburg, J. V. 2013. The Social Psychology of Protest. Current Sociology Review, 61 (5-6). DOI: 10.1177/0011392113479314.
  • Stekelenburg, J. V. 2015. People Protest for Many Reasons, yet We Don't Know How Effective Protests are. (Online),, diakses 17 Oktober 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun