Mohon tunggu...
Nora Oya
Nora Oya Mohon Tunggu... Buruh - “If you think you are too small to make a difference, try sleeping with a mosquito.” - Dalai Lama

rakyat biasa, ibu seorang putra, yang pecinta binatang, pemerhati budaya dan pecinta wastra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Serpih Keberagaman Dalam Rumah Ibadah

10 Desember 2019   10:14 Diperbarui: 12 Desember 2019   11:17 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: penuntundjalanku.wordpress.com

"Kakak sudah dapat gereja kak? "

"Belum...masih belum menentukan"

"Hayolah ke gereja ku...kita ibadah bareng kak"

"Hmmmm, Baiklah...tunggu aku ya..."

Jadilah minggu ketiga setelah pindah ke rumah baru, saya sempat ke gereja. Harus diakui bahwa saya memang bukan orang yang relijius, meskipun saya tetap seorang believer. Gereja-gereja sekarang banyak yang bertempat di mall-mall besar. Ruang-ruang besar seluas ruangan konvensi atau ball room dipakai untuk ibadah sepanjang hari Minggu.

Bisa sampai tiga kali bahkan empat kali ibadah dalam satu hari itu. Peserta ibadah selalu membeludak. Ya gimana nggak. Sehabis ibadah bisa lanjut dengan makan bareng keluarga atau cuci mata di mall. Coba aja ada berapa banyak restoran di mall, kalau digilir satu per satu, setiap pulang ibadah tanpa harus mengulang ke restoran yang sama mungkin bisa cukup setahun. Ke sana lah saya pergi beribadah minggu ini.

*****

Dulu sekali,  saya pernah datang kebaktian di gereja dengan almarhumah ibu mertua saya, di pinggiran kota Malang di Jawa Timur. Sebuah gereja kecil bersebelahan dengan pasar dan sawah. Berangkat lah saya pagi-pagi dalam kondisi masih agak mengantuk dengan ibu mertua,  karena kebaktian pertama pukul 6. Phewww!

Saya duduk di barisan depan, tempat dimana ibu mertua saya biasa duduk. Ketika jemaat lain mulai berdatangan dengan gayanya masing-masing. Karena gereja di hari Minggu masih dianggap hari khusus, maka kebanyakan jemaat datang dengan pakaian terbaik mereka. Jadi teringat film Liite House on the Prairie, bagaimana setiap hari Minggu pagi keluarga Inggals ke gereja dengan baju terbaik mereka. 

Hari itu saya lihat bapak-bapak memakai kemeja terbaik dengan celana pantalon dan sepatu mengkilat. Ibu-ibu berdandan. Remaja-remaja dan anak-anak tak kalah dengan rok 'jaring nyamuk' yang mekar atau gaun satin mengkilat. Sedangkan ibu-ibu tua memakai kebaya dan kain berwiru. Namun mertua saya hari itu 'cuma' memakai rok biasa. Dan ada pesan khusus buat saya, "pakai rok, jangan celana panjang!"

Ketika ibadah dimulai, terkejut lah saya, masa alaaaah...! Ternyata berbahasa Jawa! Saya lupa menyakan ke ibu mertua, gereja apa ini. Ibu mertua pun lupa bahwa saya tak fasih bahasa Jawa. Jadilah kebaktian hari itu diisi dengan berjibakunya saya melawan kantuk serta sibuk memperhatikan para jemaat. Tanpa mengerti sepotong pun apa  yang sedang dibicarakan! Nasib.....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun