Mohon tunggu...
Noor Azasi
Noor Azasi Mohon Tunggu... Freelancer - Alumni IPB dan Magister Ilmu Universitas Krisnadwipayana

Pegiat sosial, tinggal di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pemulihan Ekonomi dan Serangan Corona Gelombang Kedua

7 Maret 2021   20:11 Diperbarui: 7 Maret 2021   21:35 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Meskipun telah dilakukan berbagai langkah dalam mendukung pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) maupun pembatasan social berskala besar (PSBB) yang diterapkan sebelumnya. Kasus pasein terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) tetap meningkat. 

Berdasarkan data covid19.go.id per 6 Maret 2021 ini, ada 5.767 kasus baru sehingga total yang terpapar sudah lebih dari 1,37 juta orang. Sedangkan yang sembuh sekitar 1,18 juta dan meninggal dunia 37 ribu-an orang. Kasus masih ada 147.172 dan 66.525 suspek, yaitu orang yang memiliki gejala batuk pilek, demam, sakit tenggorokkan, atau memiliki riwayat perjalanan ke wilayah penyebaran maupun riwayat kontak dengan penderita.

Covid-19 sudah menyebar di lingkungan kantor, tetangga, kerabat dekat hingga keluarga inti. "innaalillaahm dua orang tetanggaku selang seminggu meninggal karena Covid-19. Suami dan anak salah seorang dari keduanya juga sedang isolasi,"kata seorang kawan. Ada pula yang menyampaikan saudaranya dirawat di rumah sakit. Beberapa keluarga dari lokasi dan kota yang berbeda, juga ada yang terpapar dan dirawat atau diisolasi karena covid-19 ini.

Bahkan, gelombang kedua penyebaran covid-19 sekarang sudah pula mengintai. Bertepatan dengan setahun pandemi Covid-19 di Indonesia, Wakil Menteri Kesehatan dr Dante Saksono telah mengungkapkan adanya dua kasus varian baru Corona B117, namanya mirip kode kendaraan DKI Jakarta. Berdasarkan catatan Organisasi Kesehatan Dunia -- World Health Organization (WHO), varian yang diyakini 70 persen lebih menular ini sebelumnya sudah menyebar setidaknya di 60 negara lain. Menurut berbagai media, kelelahan akibat infeksi varian baru Covid-19 ini disertai dengan rasa mual, pusing, dan nyeri otot.

Padahal kondisi ekonomi terlanjur terpuruk akibat berbagai pembatasan demi mengurangi resiko penyebaran covid-19 ini. Bagaimana memulihkannya dalam kondisi demikian? Bagaimana bisa bekerja dalam situasi ini?

Protokol kesehatan

Penerapan protokol kesehatan selama ini dianggap sebagai kunci pencegahan penyebaran Covid-19. Setiap orang diminta agar disiplin dalam memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer ketika beraktivitas di luar rumah. Kemudian segera mandi ketika kembali ke rumah.

Bila hal itu sudah diterapkan, namun ternyata angka yang terpapar dan positif tetap melonjak, berarti ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, kebijakannya sudah benar, tapi tidak berjalan efektif. Kedua, pendekatan kebijakan itu sendiri memang tidak tepat, setidak-tidaknya dalam konteks sosiobudaya masyarakat Indonesia.

Realitanya, jarak social hanya berjalan efektif dalam pelaksanaan shalat di mesjid. Tanda garis atau silang telah dibuat untuk membatasi jamaah agar tidak merapatkan shaf sebagaimana ketentuan dalam keadaan normal. Bahkan, beberapa tempat ibadah meniadakan kegiatan ritual selama masa pandemic ini. Namun kondisi tidak terjadi pada angkutan umum perkotaan. Meskipun penumpang dapat menjaga jarak pada saat duduk, namun yang berdiri lumayan rapat dalam jam-jam sibuk. Hal itu pun berlangsung pada antrian layanan public tertentu. Bisa dibayangkan, bagaimana droplet bisa menyebar bebas pada ruangan yang ber-AC tersebut.

Penegakan aturan seringkali lebih bersifat procedural daripada substantive. Mulai dari sanksi masuk peti mati bagi pejalan kaki atau pengguna jalan yang ditemui tidak menggunakan masker. Upaya pembatasan kerumunan melalui penerapan ketentuan ganjil-genap (gage) nomor kendaraan pada saat akhir pekan. Hingga ada yang disuruh turun dari mobilnya dan diminta naik ojek atau kendaraan umum karena jumlah penumpang dianggap tidak sesuai ketentuan. Bisa jadi klaster keluarga justru terbentuk karena diterapkannya prosedur ini. Anggota keluarga malah terpapar pada saat diminta naik ojek atau kendaraan umum itu. Kemudian menularkannya pada anggota keluarga lain pada saat tiba di rumah.

Penyebaran penyakit ini sebenarnya bisa disikapi secara wajar sebagaimana penyakit-penyakit lain. Misalnya seorang kawan yang lama tidak tampak hadir dalam berbagai pertemuan. Kawan ini merasakan gejala seperti flu biasa, namun memilih istirahat setelah dinyatakan positif Covid-19. Sebuah kantor dengan 60 orang pegawai yang 40 %-nya sempat terpapar, akhirnya sembuh semua. Memang ada seorang pegawai yang sempat dirawat karena kesulitan bernapas dan merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Namun mayoritas yang lain tanpa gejala, umumnya positif hanya berdasarkan hasil test.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun