Mohon tunggu...
Noor Afeefa
Noor Afeefa Mohon Tunggu... Penulis - Pemerhati Kebijakan Pendidikan

"Ketahuilah, sesungguhnya pintu terbesar manusia yang dimasuki oleh iblis adalah kebodohan” (al-Hafidz Imam Ibnul Jauzi al-Hanbali)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Khilafah Solusi Tuntas Pendidikan Vokasi

24 Juli 2018   03:03 Diperbarui: 24 Juli 2018   03:56 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mendikbud, Muhajir Effendy, mendorong Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) se-Indonesia untuk melaksanakan program Teaching Factory. Tujuan program tersebut adalah mendidik siswa SMK mampu memproduksi barang atau jasa dengan standar perusahaan itu.(Detik, 2018)

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) Adhi S Lukman menyebut banyak angkatan kerja lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tidak siap kerja. (Jawapos, 2018)

Pendidikan vokasi SMK menjadi salah satu problem penting pendidikan di Indonesia. Kompleksitas persoalannya dapat dilihat dari beberapa sisi. Salah satu yang paling menonjol adalah pengangguran lulusan SMK. Harus diakui, daya serap lulusan SMK dalam pasar tenaga kerja amat rendah. Padahal, SMK digadang-gadang sebagai satu-satunya pendidikan tingkat menengah yang ditujukan agar lulusannya siap memasuki dunia kerja. Namun, kenyatannya tak demikian. Para pengusaha pun nyata-nyata mengeluhkan kualitas lulusan SMK yang tidak siap kerja.

Tak hanya itu, masalah lainnya adalah biaya pendidikan yang tinggi. Memang, kurikulum SMK mengharuskan banyak praktik. Uji kompetensinya pun berbiaya tak sedikit. Tentu menjadi persoalan, jika sekolah yang berbiaya mahal tersebut ternyata lulusannya tidak siap memasuki dunia kerja. Apa sesungguhnya yang menjadi sumber masalahnya?

Carutmarut masalah pendidikan SMK tak bisa dilepaskan dari asas yang mendasari pendidikan vokasi ini. Indonesia menerapkan sistem pendidikan vokasi sekuler. Kurikulumnya dirancang tidak berbasis pada akidah Islam. Namun, disusun mengikuti kepentingan pasar tenaga kerja, dalam dunia usaha dan industri yang lebih banyak dimainkan oleh korporat. Maka standardisasi pun mengikuti sudut pandang pelaku usaha dan industri dalam sistem sekuler.

Padahal, tak bisa dipungkiri, dunia usaha dan industri saat ini tengah melemah, baik akibat imbas kapitalisme maupun kemajuan teknonologi yang berdampak pada berkurangnya penggunaan tenaga kerja akibat digantikan oleh mesin-mesin industri. Maka bisa diprediksi, pendidikan yang menyandarkan penyerapan lulusannya pada dunia usaha dan industri dalam sistem sekuler kapitalis menjadi tidak tidak efektif.

Paradigma pendidikan yang seperti itu juga rawan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang menginginkan keuntungan sendiri. Yang menuai untung tentunya para korporat (pengusaha). Sedangkan masyarakat luas tidak banyak mendapatkan manfaat dari mereka. Padahal, seharusnya pendidikan vokasi diselenggarakan untuk menghasilkan praktisi atau teknisi yang terampil bagi kemajuan masyarakat umum, bukan hanya kalangan tertentu.

Korporasi berkembang mengikuti prinsip kapitalisme yang tak jarang bersikap tidak manusiawi. Berbagai jasa yang membutuhkan tenaga manusia kerap dieliminasi demi keuntungan produksi. Di titik inilah, keterampilan lulusan SMK kerap tak dihargai dan dianggap tak berguna lagi. Memang, tak bisa dipungkiri teknologi terus berkembang. Namun, sejatinya hal itu bisa dikendalikan sesuai kebutuhan manusia.

Di sisi lain, pemerintah kurang memperhatikan layanan terhadap pendidikan kejuruan ini. Mulai dari kurikulum yang ketinggalan zaman hingga pengelolaan sekolah yang cenderung kapitalistik liberal (melalui MBS maupun BLUD) sehingga mengabaikan aspek kualitas. Inilah yang membuat hasil-hasil pendidikan vokasi SMK tak sesuai harapan.

Oleh karena itu, penyelenggaraan pendidikan vokasi sekuler kapitalis tersebut harus diubah dari asasnya. Islam memiliki sistem pendidikan vokasi yang sangat handal. Paradigma pendidikan disusun mengikuti asas Islam, bahwa pendidikan apapun (termasuk vokasi) ditujukan bagi kemaslahatan manusia umumnya, bukan sekelompok orang (pengusaha).

Kurikulum pendidikan vokasi disusun untuk membekali lulusannya dengan keterampilan dan teknik yang dibutuhkan masyarakat. Perkembangan teknologi akan disikapi sebagai sesuatu yang dibutuhkan masyarakat, bukan sekedar kemajuan yang bernilai materi. Oleh karenanya, kurikulum akan menyesuaikan terhadap kebutuhan manusia, bukan keinginan dan kehendak pihak korporat yang selama ini menciptakan pasar bagi produksi-produksinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun