Mohon tunggu...
Faiz Kholidiyah
Faiz Kholidiyah Mohon Tunggu... Guru - Pelajar

Belajar dari Pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Memaknai Obyektivitas dalam Media Massa

22 Februari 2019   20:05 Diperbarui: 22 Februari 2019   20:37 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

 

Memaknai Obyektivitas dalam Media Massa

Di antara perdebatan etis yang selalu  mengemuka adalah masalah obyektifitas. Mampukah media bersikap obyektif dalam  pemberitaan? Sejauhmana obyektifitas media  bisa diukur? Apakah obyektifitas berarti wartawan sama sekali tak boleh berpihak? Apakah obyektifitas berarti segala-galanya bagi kredibilitas sebuah media?

Westerstahl (dalam McQuail, 2005), mengatakan bahwa  pemberitaan disebut objektif  apabila memenuhi dua  syarat, yakni faktualitas dan imparsialitas. Faktualitas berarti kebenaran yang di dalamnya memuat akurasi (tepat dan cermat), dan mengkaitkan sesuatu yang relevan untuk  diberitakan (relevansi). Sementara itu,  imparsialitas  mensyaratkan  adanya  keseimbangan ( balance ) dan kenetralan dalam  mengungkap sesuatu.

Berita adalah  fatka yang ada 'di luar sana' yang menunggu  dicari dan ditulis, serta kemudian dipublikasikan oleh media (Erjavec, 2003).

Salah satu diantaranya, objektifitas seringkali dijadikan sebuah selubung atas kebohongan

terhadap publik. Misalnya wartawan seolah-olah terbebas dari dosa setelah mematuhi kaidah pemberitaan berimbang, meliput dua pihak yang bertikai tanpa mempedulikan kebenaran  dari fakta yang disampaikan pihakpihak tersebut. Wartawan seolah lari dari tanggung jawab  atas kebenaran fakta peristiwa, dengan dalih biarkan khalayak sendiri yang memaknainya.

Sebagai alternatif gagasan jurnalisme objektif ini, kemudian muncul jurnalisme subjektif atau interpretatif. Jurnalisme interpretatif secara mudah sering diartikan jurnalisme dalam konteks. Artinya, wartawan tak sematamata menyajikan fakta, tetapi juga menyuguhkan makna. Maka, seorang wartawan interpretatif senantiasa memaknai tiap jalinan peristiwa, melihat keterkaitan antarfakta, kemudian berbagi pandangan dengan khalayak (Oetama, 2003).

Objektifitas dalam jurnalisme tetaplah relevan, jika dimaknai sebagai komitmen profesionalisme, bukan sebagai wujud pengingkaran atas relitas keberpihakan media. Profesionlisme ini terkait dengan kepatuhan pada nilai-nilai dasar dalam proses jurnalisme seperti kejujuran dan akurasi. Menggambarkan kedisiplinan dalam proses mencari fakta. Jurnalis tak cukup mengumpulkan dan merangkai fakta, tetapi juga harus memberikan makna. Tak hanya menggambarkan peristiwa, tetapi juga memberikan perspektif. Tak hanya menyusun  alur cerita yang masuk akal dan mengalir, tetapi juga memberikan konteks sebuah persoalan.

Namun tak ada yang salah juga dengan subyektifitas, terutama jika dimaknai sebagai penegasan identitas. Jurnalis akan lebih relevan keberadaannya jika mampu membuat terangan sebuah masalah. Tak ada realitas yang objektif. Karena realitas sejatinya adalah apa yang kita yakini kebenarannya. Kitalah yang mendefinisikan peristiwa dan menilai seseorang. Maka biarkan berita subyektif secara perspektif tetapi obyektif dalam proses.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun