Mohon tunggu...
noor johan
noor johan Mohon Tunggu... Jurnalis - Foto Pak Harto

pemerhati sejarah

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pantaskah Pak Harto Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional?

1 Februari 2021   17:55 Diperbarui: 1 Februari 2021   18:03 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabar duka  itu datang dari Zurich, Swiss,  Sutan Syahrir yang terkena stroke di dalam tahanan dan dijinkan berobat ke Swiss, meninggal dunia pada 9 April 1966.  

Syahrir bersama antara lain Mohammad Natsir, Syafrudin Prawiranegara ditahan sejak Januari 1962 dengan sangkaan anti persatuan dan kesatuan. Dua nama terakhir, ditambah tuduhan terlibat Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).                                                                                                   

Mengetahui Syahrir meninggal dunia, Presiden Soekarno mengeluarkan Keppres no 76 tahun 1966, menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional. Sutan Syahrir menjadi Pahlawan Nasional dalam status menjelang ajalnya sebagai tahanan politik.

Pada masa penjajahan kolonial Belanda, Bung Syahrir dan Bung Hatta diasingkan ke Boven Digul dan Banda Neire selama lebih dari enam tahun, sedangkan Bung Karno diasingkan ke Ende dan Bengkulu. Sejatinya hanya tiga Bapak Bangsa ini yang layak dipanggil "Bung" seperti ditulis oleh Chairil Anwar dalam puisi "Antara Kerawang Bekasi".  

Jika Bung Karno dan Bung Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden  pertama maka Bung Syahrir adalah Perdana Menteri Indonesia yang pertama.

Sejak 14 November 1945, Syahrir menahkhodai Republik Indonesia. Politik diplomasi berunding dengan Belanda yang dianutnya mendapat penolakan dari sebagian politisi dan sebagian militer. Ketua Persatuan Perjungan, Tan Malaka, tegas menolak politik yang dilakukan Perdana Menteri Sutan Syahrir. Kelompok ini menghendaki kedaulatan penuh seluruh Indonesia, tidak hanya Jawa dan Madura seperti perundingan yang dilakukan Syahrir.

Disebabkan Perdana Menteri Sutan Syahrir menafikkan tuntutan itu,  kelompok Persatuan Perjuangan menculiknya saat ia berada di Solo pada 26 Juni 1946. Selain itu,  sayap militer Persatuan Perjuangan, Panglima Divisi X Jenderal Mayor Soedarsono, berencana menduduki Gedung Agung di Yogyakarta. 

Komandan Resimen III Letnan Kolonel Soeharto, penguasa militer di Yogyakarta, berhasil menggagalkan rencana Jenderal Mayor Soedarsono, dan ia ditangkap. Komandan Resimen III berhasil menggagalkan rencana kudeta di republik yang belum genap berusia satu tahun, tanpa ada darah yang tumpah, tanpa ada sebutir peluru pun diletuskan. Kejadian ini dikenal dengan peristiwa 3 Juli 1946.

Setelah banyak waktu berlalu, Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) no 53 tanggal 28 Maret 1963, menganugerahkan kepada  Ibrahim gelar Datuk Sutan Malaka  alias Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional.

Diantara tiga "Bung" tersebut, Bung Syahrir sudah ditetapkan sebagai Pahlawanan Nasional: lalu apa yang layak dianugerahi pada Bung Karno dan Bung Hatta?                                                                                                         

Maka pada November 1986, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden no 081/TK/1986, tentang penganugerahan gelar "Pahlawan Proklamator"  kepada Bung Karno dan Bung Hatta. Menempatkan kedua Bapak Bangsa ini  pada "maqom"-nya---memberi gelar kepahlawanan tertinggi karena hanya mereka berdua yang berhak menyandangnya.                                      

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun