Mohon tunggu...
Kinanti
Kinanti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Only Him knows the reason I met you. I want nothing eccept for crying although I really hate it the most

Every one is unique. No one can compare each other. We just should respect others whatever of ours.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terima Kasih Tuhan untuk Segala-galanya

30 September 2020   15:54 Diperbarui: 2 Oktober 2020   14:13 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Arsya menyeka air matanya yang tiba tiba mengalir tanpa sebab. Memang begitu keadaan Arsya, seringkali menangis tanpa ada sebab. Namun, ketika dilacak ulang, Arsya sebenarnya menangis bukan tanpa sebab. Tapi ada rasa entah apa yang tiba tiba datang, setiap bulan masuk September .  Sementara bamyak  orang sibuk membicarakan tragedi September tiga puluh, Arsya punya story sendiri dalam kehidupannya. 

Kisah itu ada setelah tiadanya kedua orang tuanya. Walau ia bukan anak manja , tapi kepergian kedua orang tuanya sangat mengejutkannya.  Kehilangan cinta yang selalu membahagiakannya, cinta yang selalu memeluknya, cinta yang selalu menopangnya, maka ketika tiadanya, limbunglah adanya, goncang tak tentu arah.  Asuhan, didikan,dan pesan pesan seolah terbang entah ke mana. 

Saat ini, memang difahaminya , itu hanya proses dalam beratnya melepas ketergantungan pada sesuatu yang tidak kekal, bersandar pada sandaran yang bakal roboh, menuju pengenalan terhadap Yang Maha Kekal. 

"Ya Rob, " Arsya bersujud, basah sajadahnya , " Bagaimana caraku untuk mendapatkan maafnya. Sementara dia hanya manusia yang punya keterbatasan dalam segala sesuatunya. Engkau saja yang  Maha Sempurna, luas rohmat dan ampunanMu. Sedang dia? Aku pun demikian, tiba tiba bisa melakukan kecerobohan, seolah aku tak pernah diberi tahu tentang semua akibatnya. Ya Robb, hanya Engkau yang dapat membuka pintu maafnya untukku sehingga merelakan segala kesalahanku padanya.. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala ciptaanMu." 

Setiap malam waktu Arsya habis untuk menangisi dan menyesali kesalahannya .  Padahal pagi harus bekerja , makin sayu matanya, makin kuyu sorotnya, makin pasi wajahnya. 

Aku salah mencari cinta, cinta ayah ibuku yang  sungguh mana mungkin terganti walau oleh orang baik sebaik dirinya, yang tidak mungkin bisa menerima kesalahan  sebagaimana ayah ibuku. Aku salah menitipkan cinta, kuakui itu, Ya Robb. Sampaikan maafku padanya Ya Rob. Engkau maha tahu, akan ada yang selalu bersedih bahkan lebih dari itu, bila aku bersamanya. Ya Robb, jadikan dia melupakan aku, namun jangan buat aku melupakannya, agar aku tetap bisa mendoakan kebahagiannya, dan mengingat kebaikannya. "

Telpon genggam Arsya berdering, ada perintah atasannya untuk pergi mendampingi istrinya yang juga sebagai sekretarisnya  ke kantor pusat di Jakarta , perusahaan tempatnya bekerja. Ada pertemuan khusus para pejabat sekretariat perusahaan.

Darah Arsya kontan seolah tersedot keluar. Ponselnya terjatuh karena begitu mengejutkannya. Kenapa harus dirinya, bukankah ada yang lebih pantas mendampingi istri bos? Bagaimana jika ia bertemu dengan Pa Sufyan, bos no 1 di perusahaan  tempatnya bekerja, sekaligus orang yang pernah ceroboh dicintainya dan membalas cintanya, namun kemudian dengan penuh kesadaran ditinggalkannya karena tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada keluarga yang bahagia itu? Lantas salahkah langkahnya mundur dari kehidupan lelaki itu, walaupun sampai kini belum juga selesai.

Arsya harus menelan pil pahit dicaci maki lelaki itu sebagai wanita penggoda karena mundur dari kehidupannya. Banyak lagi stempel buruk harus diterima Arsya. Ya  mugkin selayaknya harus di telan bulat hulat agar tak begitu berasa pahitnya.

Arsya bergegas berkemas, 2 jam lagi dijemput menuju bandara. Tidak ada kesempatan mengatakan, "tidak." Karena itulah takdir dirinya.

Perjalanan lancar, berkah pandemi, ia pun dapat menyembunyikan wajahnya. Semoga tak ada pertemuan dengannya, semoga ia tak mengenaliku lagi setelah bertahun tahun tak berjumpa. Arsya terus bergumul dengan suara suara batinnya,yang berisik berlomba menguras ketenangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun