Mohon tunggu...
Rambu Indah Ana Amah
Rambu Indah Ana Amah Mohon Tunggu... Relawan - Mahasiswi

Belajar Biologi

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Teknik Pengendalian Vektor Malaria di Sumba Timur, Manakah yang Paling Tepat?

15 Juni 2020   01:00 Diperbarui: 15 Juni 2020   01:19 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Malaria hingga kini masih menjadi momok bagi beberapa daerah di Indonesia yang menjadi daerah endemis tinggi penyakit tular vektor ini. Penyakit Malaria adalah infeksi menular yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles sp. yang terinfeksi. Tingkat keparahan malaria bervariasi berdasarkan spesies plasmodium. Gejala malaria timbul setidaknya 10-15 hari setelah digigit nyamuk. Munculnya gejala melalui tiga tahap selama 6-12 jam, yaitu menggigil, demam dan sakit kepala, lalu mengeluarkan banyak keringat dan lemas sebelum suhu tubuh kembali normal. Pemeriksaan darah untuk mendiagnosa malaria meliputi tes diagnostik cepat malaria (RDT malaria) dan pemeriksaan darah penderita di bawah mikroskop. Tujuan pemeriksaan darah di bawah mikroskop adalah untuk mendeteksi parasit penyebab malaria dan mengetahui jenis malarianya. Bahkan pengambilan sampel darah dapat dilakukan lebih dari sekali dan menunggu waktu demam muncul. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) berada di peringkat ke-tiga dibawa Papua dan Papua Barat untuk jumlah kasus Malaria tertinggi di Indonesia (2015-2018). Pada tahun 2017 Sumba Timur menjadi kabupaten dengan kasus Malaria tertinggi di Provinsi NTT yakni sebanyak 39.153 kasus (Badan Pusat Statistik, 2017). 

Ada dua penyebab tingginya kasus Malaria di Kabupaten Sumba Timur yakni faktor lingkungan dan faktor perilaku masyarakat. Faktor lingkungan dan faktor perilaku individu sangat mempengaruhi tingginya kasus malaria di Sumba Timur. Faktor lingkungan seperti pergantian musim yang cukup ekstrem, kondisi tempat tinggal dan banyaknya tempat perindukan nyamuk misalnya. Kondisi di Kabupaten Sumba Timur sendiri cenderung bercuaca hangat ke panas seringkali mengalami kemarau ekstrim dan panjang. Akan tetapi jika terjadi hujan maka volumenya besar. Ketika kemarau datang lagi, luas laguna/danau menjadi mengecil dan sebagian menjadi kubangan/rawa-rawa yang ditumbuhi ilalang, lumut-lumut seperti kapas berwarna hijau bermunculan. Pada saat seperti inilah kadar garam air payau ini meninggi dan menjadi habitat yang subur bagi jentik-jentik nyamuk. Suhu yang hangat membuat nyamuk mudah untuk berkembang biak dan agresif mengisap darah. Kelembaban udara yang rendah akan memperpendek usia nyamuk, kebanyakan pemukiman penduduk kebanyakan di pesisir pantai sehingga kelembapan cukup tinggi. Kelembaban mempengaruhi perilaku nyamuk, misalnya kecepatan berkembangbiak, kebiasaan menggigit, istirahat, dan lain-lain dari nyamuk. Masyarakat Sumba Timur masih banyak yang tinggal di rumah-rumah adat yang terbuat dari kayu dan ilalang, selain itu masyarakat juga banyak memelihara ternak di lokasi yang sama dengan tempat tinggal. Menurut penelitian, dinding rumah yang terbuat dari kayu atau papan sangat memungkinkan lebih banyak lubang untuk masuknya nyamuk ke dalam rumah. Dinding dari kayu tersebut juga tempat yang paling disenangi oleh nyamuk Anopheles. Keadaan ventilasi rumah yang tidak ditutupi kawat kasa akan menyebabkan nyamuk masuk ke dalam rumah. Kondisi/bahan atap rumah, tempat tinggal manusia atau kandang ternak terlebih yang beratap dan yang terbuat dari kayu merupakan tempat yang paling disenangi oleh nyamuk Anopheles.

Faktor perilaku individu seperti pekerjaan, kebiasaan masyarakat atau adat istiadat, stigma terhadap Malaria, dan kurangnya pengetahuan memberi banyak kontribusi terhadap tingginya kasus Malaria di Kabupaten Sumba Timur. Pekerjaan mayoritas masyarakat yaitu petani dan nelayan sehingga membuat mereka harus pergi ladang/kebun/sawah dan berada di sana untuk waktu yang lama, juga harus pergi disaat malam hari untuk mencari ikan sehingga lebih beresiko besar tergigit nyamuk Anopheles. Kebiasaan masyarakat untuk melakukan acara adat seperti musyawarah keluarga, berkumpul dan lain sebagainya hingga larut malam juga meningkatkan resiko tergigit nyamuk Anopheles yang aktif menggigit di malam hari. Stigma masyarakat juga cenderung menganggap remeh penyakit malaria juga menyebabkan ketika sudah merasakan gejala malaria malah akan langsung mengkonsumsi obat sendiri tanpa resep dokter. Padahal hal tersebut sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kebal terhadap obat dan malah parasit Plasmodium di dalam tubuh tidak benar-benar mati, sehingga sewaktu-waktu dapat kambuh kembali serta lebih parah hingga mengakibatkan kematian. Semua hal yang telah disebutkan tadi, semata-mata disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya penyakit malaria terhadap manusia. Jika edukasi masyarakat tentang malaria sudah baik maka tentu saja kewaspadaan terhadap penyakit malaria semakin tinggi dengan didukung oleh program dan strategi pengendalian yang dilakukan pemerintah.

Strategi pengendalian yang tepat haruslah terlebih mengelola populasi Anopheles sp. sebagai vektor, memilih intervensi yang hemat biaya dan proses yang kontinyu, melakukan kolaborasi dan partnership dengan berbagai organisasi atau kelompok masyarakat. Pengendalian yang baik untuk mengatasi malaria adalah pengendalian buatan, yaitu dengan cara mengelola/memodifikasi/manipulasi lingkungan sehingga tercipta lingkungan yang dapat mencegah atau membatasi perkembangan Anopheles sp. Modifikasi yang dapat dilakukan; Pembersihan system irigasi, penimbunan tempat yang dapat menampung air dan sampah, pengaliran air yang menggenangi dan mengering, pengubahan rawa menjadis sawah,dan pengubahan hutan menjadi tempat permukiman (tentu dengan berbagai pertimbangan). Manajemen lingkungan ini merupakan metode yang paling efektif karena dilakukan melalui integrasi 3 program, yaitu perbaikan cakupan dan penyimpanan air, pengelolaan sampah yang baik, serta perbaikan kondisi pemukiman dan perubahan perilaku. Dengan melakukan modifikasi lingkungan, perlu juga dibarengi dengan Personal Protection, Biological Control dan Chemical Control yang paling cocok dengan lokalitas dan potensi daerah Kabupaten Sumba Timur, seperti penjelasan dibawah ini :

1. Personal protection, 

Dengan meningkatkan kesadaran terhadap bahaya malaria dan perlindungan terhadap gigitan nyamuk/serangga ke diri sendiri. Contohnya seperti penggunaan lotion anti nyamuk, penggunaan baju tertutup saat malam hari, dan penggunaan kelambu saat tidur. Yang paling penting adalah rasa awas terhadap penyakit malaria dan penghilangan stigma 'malaria sudah biasa' yang banyak terjadi di masyarakat Sumba Timur.

2. Biological control,

Menggunakan bahan alami sebagai biolarvasida ataupun organisme local sebagai predator nyamuk vektor Anopheles sp. dapat menjadi salah satu strategi yang mudah dan murah untuk pemberantasan malaria. Salah satu bahan alami yang dapat digunakan adalah tanaman sereh (Cymbopogon nardus L.) yang banyak ditemukan tumbuh di Kabupaten Sumba Timur, tentunya hal ini harus dimanfaatlan karena memiliki potensi local yang besar sebagai biolarvasida. Untuk organisme predator dapat digunakan adalah ikan gabus (Gambusia affinis), di negara seperti AS, Iran dan India ikan ini digunakan dalam program resmi pemberantasan penyakit akibat gigitan nyamuk, bahkam WHO merekomendasikan ikan ini sebagai bio kontrol populasi nyamuk. Di kabupaten Sumba Timur sendiri ikan ini cukup mudah ditemukan yakni di saluran air/got dan di daerah persawahan sehingga memiliki potensi yang besar untuk pemberantasan vektor malaria.

3. Chemical control,

Dapat dilakukan pengasapan atau fogging diwaktu-waktu tertentu tetapi tidak menjadi strategi utama dalam pemberantasan vektor malaria karena hanya dapat membunuh nyamuk dewasa.

Strategi dengan pendekatan lingkungan, personal protection, biological control dan chemical control dianggap paling cocok digunakan di Kabupaten Sumba Timur. Tentunya strategi ini harusnya berlangsung dengan kontinyu dan tepat sasaran agar dapat berhasil menekan kasus malaria di Kabupaten Sumba Timur terutama dengan membangun mindset masyarakat serta meningkatkan edukasi yang masif sebagai upaya preventif pencegahan malaria.

Rambu Indah Ana Amah (rambuindah17@gmail.com)

Semester VI (enam), Prodi Biologi, Universitas Kristen Duta Wacana

Yogyakarta

Maret, 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun