Mohon tunggu...
afuah
afuah Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

simple

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Berbanggalah Kita Punya Orangutan

11 Juli 2012   02:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:05 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah cukup lama saya jatuh hati pada bayi primata. Cinta saya bermula kira-kira lima tahun lalu, saat secara tak sengaja menonton berita di salah satu stasiun TV yang menayangkan kisah penyelamatan bayi primata (saya lupa apakah itu bayi simpanse atau orangutan) yang direnggut dari ibunya oleh orang-orang tak bertanggung jawab. Jadilah bayi itu yatim piatu.

Oleh tim penyelamat, bayi itu rencananya akan dirawat di tempat perawatan atau konservasi. Saya kurang memperhatikan apa nama tempat perawatan itu karena fokus saya waktu itu pada sosok si bayi yang lucu, imut-imut, menggemaskan, dan wajahnya jelas terlihat polos tanpa dosa. Sejak itulah saya jatuh hati pada bayi-bayi primata.

Mata saya semakin termanjakan tiap kali menonton acara Escape to Chimp Eden dan Orangutan Island milik National Geographic. Pada dua acara itu, saya dapat melihat tingkah polah bayi-bayi simpanse Afrika dan orangutan di sekolah orangutan Nyaru Menteng Kalimantan yang lucu-lucu. Tiap kali menonton tayangan-tayangan itu, selalu muncul keinginan besar dalam hati untuk bisa menyentuh dan memeluk langsung bayi-bayi itu.

Harapan terbesar saya tentu jatuh pada bayi-bayi orangutan karena Indonesia sudah pasti memilikinya. Namun bagaimana caranya? Sebab, konon tak sembarang orang boleh berinteraksi langsung dengan bayi-bayi orangutan di tempat konservasi Nyaru Menteng Kalimantan. Pengunjung hanya diperkenankan melihatnya dari balik kaca ruang edukasi. Sayang sekali ya? Maka, keinginan untuk memeluk bayi orangutan akhirnya hanya bisa saya pendam saja.

Namun, harapan saya seketika menyembul dan bersemi kembali ketika mengunjungi Taman Safari Indonesia II di Prigen Pasuruan Jawa Timur, Minggu 8 Juli 2012 lalu. Secara mengejutkan saya melihat bayi orangutan di sana. Pengunjung bahkan boleh berfoto dan menggendong bayi orangutan itu.

Kesempatan itu tentu saja saya sambut dengan suka cita. Amboi, akhirnya saya bisa memeluk bayi orangutan, meski untuk itu saya harus merogoh kocek agar bisa berfoto ria bersamanya. Senangnya…., bayi orang itu menggelayut kuat dalam gendongan saya. Benar, seperti yang saya saksikan di TV dan Youtube, sungguh lucu dan menggemaskan bayi orangutan di Taman Safari II. Sekali lagi saya jatuh hati.

Saya lalu teringat peristiwa pembantaian orangutan yang ramai diberitakan beberapa waktu yang lalu. Pembantaian-pembantaian terhadap orangutan di habitat aslinya biasanya dilakukan untuk memisahkan induk dari anaknya, lalu anaknya akan dijual. Informasi dari banyak situs kebun binatang di dunia, bayi-bayi orangutan laku dijual di pasar gelap dengan harga tinggi. Para pembeli biasanya akan menjadikan bayi-bayi itu sebagai binatang piaraan.

Tak habis pikir, tidakkah punya hati mereka yang telah melakukan pembantaian terhadap orangutan di alam bebas sana sehingga menyebabkan banyak bayi orangutan terpaksa menjadi yatim piatu?

Penurunan jumlah orangutan yang sangat mengkhawatirkan juga terjadi akibat habitat asli mereka di alam bebas sengaja dirusak oleh peristiwa pembalakan liar, pembukaan lahan baru perkebunan kelapa sawit, dan perluasan permukiman penduduk. Orangutan juga banyak diburu warga karena seringkali dianggap sebagai musuh petani.

Jika hal itu dibiarkan, bukan mustahil tak lama lagi keberadaan orangutan di habitat aslinya hanya tinggal sejarah. Harus ada tindakan tegas untuk mencegah kepunahan orangutan. Stop perburuan orangutan, pembalakan liar, dan perdagangan bayi-bayi orangutan!

Berbanggalah kita punya orangutan, di mana habitat aslinya hanya ada di Sumatra dan Kalimantan, yang sebagian besar wilayahnya adalah milik Indonesia. Mari selamatkan orangutan!

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun