Mohon tunggu...
Nol Deforestasi
Nol Deforestasi Mohon Tunggu... Petani - profil
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Nusantara Hijau

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengapa Gudang Bulog Harus Dikuras?

17 Mei 2019   15:46 Diperbarui: 17 Mei 2019   15:55 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peningkatan produksi beras merupakan upaya perwujudan swasembada pangan demi mencapai ketahanan pangan nasional. Pemerintah terus berupaya meningkatkan ketersediaan beras, terutama yang bersumber dari peningkatan produksi dalam negeri. Pertimbangan tersebut menjadi semakin penting mengingat jumlah penduduk Indonesia yang kian hari kian besar dengan cakupan geografis yang luas.

Kementerian Pertanian (Kementan) berusaha mewujudkan peningkatan produktivitas pangan di dalam negeri lewat perluasan lahan pertanian dan optimalisasi lahan tidak produktif. Kementan mengklaim sejak selama empat tahun terakhir ini telah mampu mampu mencetak 1,16 juta hektar sawah, dari target yang dicanangkan sebanyak 1 juta hektar. Terbagi atas 900 ribu hektar dari optimalisasi lahan dan lebih dari 211 ribu hektar dari cetak tanah baru.

Kita semua tahu upaya tersebut dilakukan demi mengurangi ketergantungan akan beras impor. Impor beras memang sudah seperti mandarah daging bagi Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sejak tahun 2000 hingga saat ini negara kita selalu diguyur jutaan impor beras. Ironisnya, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil beras terbesar di dunia.

Menilik data BPS, pemerintah Indonesia telah melakukan impor beras sebanyak 2,25 juta ton dengan nilai US$1,03 miliar sepanjang tahun 2018. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, impor beras di tahun 2018 tercatat sebagai yang tertinggi.

Pada 2015 total impor beras sebanyak 861,60 ribu ton dengan nilai US$351,60 juta. Pada 2016 impor beras tercatat sebanyak 1,28 juta ton dengan nilai US$531,84 juta. Sementara pada 2017 tercatat sebanyak 305,27 ribu ton dengan nilai US$143,64 juta. Impor beras sendiri tercatat menyentuh titik tertingginya sepanjang sejarah pada tahun 2011, mencapai 2,75 juta ton.

Fluktuasi Lahan Panen Padi

Mediaindonesia.com
Mediaindonesia.com
Fluktuasi impor berbanding linier dengan besarnya produksi dan lahan panen beras. Tiap tahunnya, bulan Maret memang biasa menjadi bulan panen raya di Indonesia karena awal tahun yang biasanya musim hujan menjadi waktu tanam yang optimal bagi tanaman padi. Alhasil stok padi meluap, membuat surplus beras pada bulan Maret 2018 mencapai 2,91 juta ton.

Sebenarnya, selama Februari hingga September 2018 produksi beras selalu berada di atas tingkat konsumsi beras.

Namun, lahan panen dari bulan Oktober hingga Desember 2018 diperkirakan merosot tajam. Tak ayal BPS memperkirakan konsumsi beras pada periode Oktober-Desember 2018 akan melebihi produksinya, dimana selisih nya mencapai 3,51 juta ton selama periode tersebut.

Namun, melihat secara keseluruhan data produksi dan konsumsi beras selama 2018, Indonesia masih diprediksi surplus beras sebesar 2,86 juta ton. Memang, surplus beras tahun ini jauh lebih kecil dibandingkan 5 tahun terakhir. Dibandingkan pada tahun 2017 saja, surplus beras tahun ini diperkirakan turun lebih dari 5 kali lipat.

Surplus sebesar itu dinilai masih kurang oleh Menko Perekonomian, Darmin Nasution. "Kelebihan produksi sebesar itu jauh di bawah, kalau tadinya bisa 20 juta ton itu lebihnya. Sekarang, 2,8 juta ton dan Anda tahu petani kita berapa? 4,5 juta keluarga. Mereka pasti menyimpan 5-10 kg, itu ada di sana. Sehingga, memang suplai di pasar tahun ini tersendat," ujarnya.

Memang, surplus beras tahun ini jauh lebih kecil dibanding surplus beras pada 4 tahun ke belakang. Bila kecilnya surplus beras dijadikan alasan untuk meningkatnya impor, hal tersebut menjadi anomali pada tahun-tahun sebelumnya dimana surplus mencapai belasan hingga puluhan ton.

Bahkan pada tahun 2016, dimana surplus beras paling tinggi pada periode 2014-2017, Indonesia masih mengimpor beras yang bisa dibilang cukup banyak, kira-kira 1,28 juta ton.

Tapi mau bagaimanapun juga, surplus tetaplah surplus. Bila kelebihan pasokan dalam negeri masih diikuti dengan tambahan pasokan dari luar, berarti ada yang salah dengan rantai pasokan dalam negeri.

2019, Kementan dan Bulog Janji Tidak Impor

Antikorupsi.org
Antikorupsi.org

Pada bulan Desember 2018 lalu, Kementan melalui Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian Agung Hendriadi menegaskan bahwa tahun 2019 dipastikan impor beras tidak ada lagi. Menurutnya saat ini stok beras yang ada sudah lebih dari cukup yakni 2,7 juta ton.

Optimisme senada juga disampaikan Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) Budi Waseso (Buwas). Dengan yakinnya ia bilang sisa tahun 2019 pihaknya menargetkan tidak akan ada lagi impor beras. Menurutnya, hingga saat ini perusahaan pelat merah tersebut memiliki lebih dari 2 juta ton stok beras . Ia pun memprediksi cadangan beras hingga akhir tahun tak akan kurang dari 3 juta ton.

Lebih hebatnya, ini berani sesumbar Bulog tengah merencanakan ekspor beras demi menyalurkan sisa stok yang melimpah di gudang-gudang penyimpanan.

Memang, saat ini mereka, berdasarkan pengakuan sepihak yang entah bisa diuji kebenarannya atau tidak, masih punya stok beras di gudang-gudang penyimpanan sebanyak 2,1 juta ton. Sebanyak 1,8 juta di antaranya merupakan sisa impor tahun lalu yang belum disalurkan. 

Menerka Misi Pengurasan Gudang Bulog

Tribunnews Kupang
Tribunnews Kupang

Kita semua sama-sama tahu jika belakangan ini Bulog tengah mengalami masa "pahit" akibat hilangnya kanal penyaluran beras yang jelas dan pasti, pascapemberlakuan 100% program Bantuan Pangan Nontunai (BPNT) mulai Mei 2019. 

Jika sebelumnya terkesan bangga dengan besarnya jumlah stok yang tersisa, belakangan ini Buwas justru tampak seperti anak kecil yang merengek karena mainan kesayangannya diambil orang. Ia mengeluhkan peralihan penyaluran bantuan sosial beras sejahtera (bansos rastra) menjadi BPNT, telah mengebiri tugas utama perusahaan yang ia pimpin.

Alhasil pemerintah pun kemudian turun tangan demi membantu Bulog. Sejauh ini setidaknya ada tiga skema yang sedang dikaji pemerintah demi membantu penyaluran beras mangkrak di gudang-gudang Bulog. Pertama, mengembalikan progam tunjangan pangan tunai bagi anggota TNI, Polri dan ASN, ke dalam bentuk beras. Kedua, menyetujui permintaan Bulog sebagai pemasok tunggal bagi outlet penukaran BPNT. 

Dan ketiga, mengembalikan skema pemberian bantuan sosial pangan ke dalam bentuk beras. Suatu kebijakan yang sebenarnya bisa dilihat sebagai kemunduran dalam manajemen perberasan nasional.

Jika boleh kita berandai-andai Bulog akhirnya mendapatkan yang mereka inginkan, diperkirakan 15,5 juta rumah tangga sasaran yang semula menerima beras sejahtera Rastra pengganti bantuan beras miskin (Raskin) bakal dilayani. Belum lagi, misalnya, Bulog dapat izin kanal penyaluran beras bagi TNI, Polri dan ASN, bisa jadi cadangan 2,1 juta ton itu akan cepat terserap dalam waktu singkat.

Logikanya, jika beras surplus itu habis, dan saat ini Indonesia telah melewati masa panen raya, bukan tidak mungkin beberapa waktu lagi kita harus kembali mengimpor beras. Seperti yang telah disampaikan diatas sebelumnya, bahkan pada tahun 2016, dimana surplus beras paling tinggi pada periode 2014-2017, Indonesia masih mengimpor beras kira-kira 1,28 juta ton.

Tentu ini hanya asumsi logis belaka. Tapi bukan berarti hal tersebut tidak mungkin, bukan? Kita tidak tahu berapa banyak sesungguhnya beras yang menumpuk di gudang-gudang penyimpanan Bulog. Kita bahkan tidak tahu berapa angka produksi gabah dan beras nasional yang sesungguhnya.

Dari pola yang berulang tahun ke tahun selama satu dekade terakhir, hanya satu hal yang kita tahu pasti, berapapun angka produksi beras nasional, Indonesia selalu mengimpor beras!

Jadi wajar jika kita bertanya, kebijakan pemerintah ingin "menolong" Bulog menyalurkan beras-beras menumpuk di gudang, murni merupakan langkah penyelamatan Bulog dan stok beras perusahaan agar tidak rusak dan busuk, ataukah merupakan langkah "pembersihan" gudang-gudang Bulog bagi masuknya jutaan sak beras impor baru di tahun ini?

Mari sama-sama kita tunggu!

Acuan:

Buwas: Saya Yakin Sampai Akhir 2019 Kita Tak Perlu Impor Beras

Kemtan pastikan tahun 2019 tidak ada impor beras

Sederet Alasan Kenapa Indonesia Masih Doyan Impor Beras

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun