Kita semua sama-sama tahu jika belakangan ini Bulog tengah mengalami masa "pahit" akibat hilangnya kanal penyaluran beras yang jelas dan pasti, pascapemberlakuan 100% program Bantuan Pangan Nontunai (BPNT) mulai Mei 2019.Â
Jika sebelumnya terkesan bangga dengan besarnya jumlah stok yang tersisa, belakangan ini Buwas justru tampak seperti anak kecil yang merengek karena mainan kesayangannya diambil orang. Ia mengeluhkan peralihan penyaluran bantuan sosial beras sejahtera (bansos rastra) menjadi BPNT, telah mengebiri tugas utama perusahaan yang ia pimpin.
Alhasil pemerintah pun kemudian turun tangan demi membantu Bulog. Sejauh ini setidaknya ada tiga skema yang sedang dikaji pemerintah demi membantu penyaluran beras mangkrak di gudang-gudang Bulog. Pertama, mengembalikan progam tunjangan pangan tunai bagi anggota TNI, Polri dan ASN, ke dalam bentuk beras. Kedua, menyetujui permintaan Bulog sebagai pemasok tunggal bagi outlet penukaran BPNT.Â
Dan ketiga, mengembalikan skema pemberian bantuan sosial pangan ke dalam bentuk beras. Suatu kebijakan yang sebenarnya bisa dilihat sebagai kemunduran dalam manajemen perberasan nasional.
Jika boleh kita berandai-andai Bulog akhirnya mendapatkan yang mereka inginkan, diperkirakan 15,5 juta rumah tangga sasaran yang semula menerima beras sejahtera Rastra pengganti bantuan beras miskin (Raskin) bakal dilayani. Belum lagi, misalnya, Bulog dapat izin kanal penyaluran beras bagi TNI, Polri dan ASN, bisa jadi cadangan 2,1 juta ton itu akan cepat terserap dalam waktu singkat.
Logikanya, jika beras surplus itu habis, dan saat ini Indonesia telah melewati masa panen raya, bukan tidak mungkin beberapa waktu lagi kita harus kembali mengimpor beras. Seperti yang telah disampaikan diatas sebelumnya, bahkan pada tahun 2016, dimana surplus beras paling tinggi pada periode 2014-2017, Indonesia masih mengimpor beras kira-kira 1,28 juta ton.
Tentu ini hanya asumsi logis belaka. Tapi bukan berarti hal tersebut tidak mungkin, bukan? Kita tidak tahu berapa banyak sesungguhnya beras yang menumpuk di gudang-gudang penyimpanan Bulog. Kita bahkan tidak tahu berapa angka produksi gabah dan beras nasional yang sesungguhnya.
Dari pola yang berulang tahun ke tahun selama satu dekade terakhir, hanya satu hal yang kita tahu pasti, berapapun angka produksi beras nasional, Indonesia selalu mengimpor beras!
Jadi wajar jika kita bertanya, kebijakan pemerintah ingin "menolong" Bulog menyalurkan beras-beras menumpuk di gudang, murni merupakan langkah penyelamatan Bulog dan stok beras perusahaan agar tidak rusak dan busuk, ataukah merupakan langkah "pembersihan" gudang-gudang Bulog bagi masuknya jutaan sak beras impor baru di tahun ini?
Mari sama-sama kita tunggu!