Mohon tunggu...
Asis Nojeng
Asis Nojeng Mohon Tunggu... Aktor - Onthelis

Selalu Riang

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Memaknai me- dan di- Sebelum, Sedang, dan Setelah Berpuasa

20 Mei 2019   06:34 Diperbarui: 20 Mei 2019   09:51 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: tribunnews.com

Puasa mengajarkan kita untuk menjadi manusia seutuhnya.Dalam penciptaan kita sebagai manusia, hadir di tengah-tengah masyarakat adalah sebuah keharusan. Sebenarnya, manusia harus lebih banyak me- daripada di-, sebab hal inilah yang akan menyebabkan lupanya manusia terhadap kodratnya sebagai makhlus sosial yang tentu amat sangat membutuhkan bantuan orang lain  untuk melangsungkan kehidupannya.

Seorang mampu memperbanyak me- sebagai ejawantah dari penghambaan kita terhadap pencipta. Pun sebaliknya, manusia harus mampu menepis di-, menjauhkannya dari kehidupan kita. Mari kita lihat beberapa contoh, seperti apa me- dan di- yang tentu mampu mengubah beberapa sisi dalam kehidupan kita.

Memberi dan diberi, ini merupakan perintah dari Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam tentang betapa pentingnya dan betapa mulianya tangan di atas daripada tangan di bawah. Memang kedengarannya sepeleh, tapi apabila kita mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan kita, maka ini merupakan salah satu jalan untuk mendapatkan kemuliaan dalam hidup (di dunian dan akhirat).

Contoh berikutnya yakni; menyayangi dan disayangi. Menyayangi adalah bentuk keikhlasan yang tiada terkira, kita menghibakan segala yang kita miliki lalu kita persembahkan kepada seseorang atau sesuatu yang kita sayang, bukankah wujud seperti tanpa pamrih? Ataukah memang amat sangat betul, jika ingin disayangi maka terlebih dahulu Anda harus menyayangi.

Memang benar apa yang dikatakan oleh ulama dan ustadz, jika engkau tidak memiliki sesuatu maka jangan berharap memberikan sesuatu kepada orang lain. Bagaimana bisa orang memberikan hati yang lapang jika memang seseorang itu tidak memiliki hati yang lapang? Apakah orang bisa mencintai jika tidak ada cinta dalam hatinya?

Memang, me- dan di- sering kita anggap hal yang kecil saja, jadi kita abaikan.
Seperti halnya dalam bahasa Makassar.

Bahasa Makassar memiliki beberapa variasi partikel diantaranya pertikel -ko dan -kik. Contoh dalam penggunaan kata dimanako dan dimanakik? Kita sering mengatakan, "ah biarlah saya mengatakan dimanako, kan dia lebih muda dari saya". Kata dimanako kurang enak diterima oleh lawan tutur kita meskipun lawan tutur kita lebih muda. 

Apakah ada jaminan jika orang yang lebih muda dari kita akan lebih mulia di sisi pencipta? Tentu tidak kan? Olehnya itu, jangan pernah mengabaikan hal-hal kecil yang akan berdampak besar. 

Kata dimanako? meskipun kedengarannya biasa-biasa saja, tapi ketika kita ujarkan atau tuturkan kepada yang lebih tua dari si penutur maka akan dianggap kurang sopan, kurang penghargaannya. Saya memberi contoh kata yang berdialek bahasa Makassar karena (maaf) saya orang Makassar. Hihi

Oleh karena itu, apabila kita berbuat atau menuturkan sesuatu yang memang itu bersumber dari hati kita yang paling dalam, maka yakinlah perkataan itu akan sampai pula ke dalam hati penerimanya.

Saya jadi teringat apa yang disampaikan oleh mantan Walikota Makassar yakni bapak Ilham Arief Sirajuddin yang mengatakan "sesuatu yang dari hati akan sampai ke hati" atau pada kutipan lain beliau mengatakan "sebab tanpa teman kita bukan siapa-siapa". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun