Mohon tunggu...
Noer iqka Pratiwi Arif
Noer iqka Pratiwi Arif Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Hoby saya selain bersantai biasanya suka membaca potongan-potongan tulisan yang membuat saya senang. Menyukai berbagai makanan enak, apa lagi jika itu makanan manis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hidup di Ambang Batas Kematian

7 Desember 2022   21:00 Diperbarui: 7 Desember 2022   21:15 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi datang seperti di hari-hari sebelumnya, Taman yang Sepi. Kehidupan yang tak pernah bisa di terima oleh anak manusia Itu, kehidupan yang diberikan Tuhan padanya. Namanya Pelita. Jangan pernah tertipu dengan nama cantiknya itu, tak banyak cahaya di sepanjang perjalanan hidupnya di dunia ini. Badai memadamkan api Kecil itu . Miris.

"Hai, pelita ya?". Tanyaku pada wanita yang sedang duduk di bangku taman seorang diri. Hening, hanya tatapan tak suka yang ku terima.

" Aku Dimas, perawat baru di RS(J) ini. Ku dengar lita menyukai permen coklat ya?" tanyaku sambil menyodorkan permen yang ku bawa.

Kali ini bukan hanya tatapan tak suka yang ku terima, melainkan jawaban ketus yang di lontarkan pada ku.

 "jangan sok kenal ya! Orang baru juga. Sok singkat nama orang saja." Jawabnya ketus. Kemudian tak ku sangka yang dikatakan selanjutnya. 

 "Cukup orang itu saja yang memanggilku dengan sebutan itu, cukup dia saja yang membuatku terpuruk dan duduk di sini." Ia menangis setelah mengatakan kalimat itu.

 Secepat itu aku meminta maaf  dan menenangkannya dengan berkata  "semua akan baik-baik saja, percayalah.". Sambil menepuk pundaknya pelan.

Tak lama setelahnya pelita kembali terdiam tanpa memedulikan situasi di sekitarnya. Begitu juga dengan kehadiran ku di sebelahnya.

Jika ada banyak manusia yang selalu menyalahkan diri atas Takdir dirinya di muka bumi ini, sudah pasti salah satu dari mereka adalah Pelita. Cahayanya redup tak pernah ingin bersinar setelah tahu kenyataan pahit itu. Sejujurnya, badai yang memadamkan pelitanya adalah dirinya sendiri.

Ketakutan dan rasa tak percaya ke orang lain lah yang membuat dirinya kehilangan dirinya sendiri. Terpaku oleh masa lalu kelam dan Tenggelam bersamanya. Ia tak tahu mengartikan nama baiknya di kehidupan dirinya sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun