Mohon tunggu...
Hilman I.N
Hilman I.N Mohon Tunggu... ASN

Si bodoh yang tak kunjung pandai

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Mengurai Peristiwa Hukum dan Kekosongan Regulasi Aset Kripto

27 April 2025   06:59 Diperbarui: 28 April 2025   15:54 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Tara Winstead: https://www.pexels.com/id-id/foto/buku-buku-pustaka-latar-belakang-putih-hukum-8850741/ 

Di dunia hukum, keteraturan sosial ibarat jalan raya bagi kendaraan masyarakat. Ia menjadi peta yang menentukan arah, batas kecepatan, bahkan siapa yang harus berhenti dan siapa yang boleh melaju lebih dulu. Namun apa jadinya jika jalan itu belum selesai dibangun sementara lalu lintas sudah ramai? Ketidakpastian, kecelakaan, dan kekacauan menjadi bayang-bayang yang tak terelakkan.

Kondisi itulah yang tengah kita hadapi dalam dinamika hukum aset kripto di Indonesia. Melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), pemerintah menetapkan bahwa pengawasan perdagangan aset kripto dialihkan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Batas waktunya jelas: 12 Januari 2025. Namun, hingga kini, Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi landasan teknis transisi tersebut belum kunjung lahir.

Peristiwa ini merupakan gambaran gamblang tentang peristiwa hukum dan kekosongan hukum yang bersinggungan erat dalam satu momentum. Dalam pengertian teori hukum sebagaimana diajarkan oleh Utrecht, peristiwa hukum adalah setiap kejadian dalam kehidupan masyarakat yang menimbulkan akibat hukum, baik menciptakan, mengubah, atau menghapuskan hak dan kewajiban. 

Dalam konteks ini, peralihan pengawasan aset kripto adalah peristiwa hukum karena berdampak langsung pada perubahan kewenangan regulasi, perlindungan konsumen, serta tata kelola industri.

Namun masalah muncul karena absennya aturan pelaksana yang seharusnya membingkai transisi tersebut. Inilah yang dalam ilmu hukum dikenal sebagai kekosongan hukum (rechtsvacuum). 

Sebagaimana ditegaskan dalam teori Stufenbau dari Hans Kelsen, dalam sistem hukum berjenjang, norma hukum di tingkat bawah harus diturunkan dari norma di tingkat atas. 

Tanpa PP sebagai norma pelaksana, implementasi UU P2SK di bidang aset kripto menjadi gamang. Akibatnya, OJK , yang seharusnya mengambil alih sepenuhnya , belum memiliki pijakan hukum operasional yang kuat.

Risiko dari kekosongan hukum ini tidak bisa diremehkan. Di satu sisi, industri aset kripto tetap berjalan, bahkan berkembang pesat. Indonesia tercatat sebagai salah satu pasar aset kripto terbesar di Asia Tenggara, dengan lebih dari 18 juta investor terdaftar pada akhir 2023. 

Di sisi lain, tanpa regulasi yang jelas, perlindungan hukum terhadap konsumen menjadi lemah. Praktik-praktik manipulatif, penyalahgunaan dana, hingga pencucian uang dalam transaksi aset digital menjadi ancaman nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun