Mohon tunggu...
Hilman I.N
Hilman I.N Mohon Tunggu... ASN

Si bodoh yang tak kunjung pandai

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

TOC XV: Ketika Sains, Seni, dan Semangat Kompetisi Bertemu dalam Harmoni

9 April 2025   15:00 Diperbarui: 9 April 2025   15:13 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
poster, design pribadi

Seekor burung hantu berkacamata, lengkap dengan tabung reaksi di tangannya, menyambut pengunjung poster itu dengan sorot mata yang penuh antusias. Ia bukan sekadar maskot lucu; ia simbol pengetahuan, ketekunan, dan keingintahuan. Dialah penjaga gerbang dari ajang tahunan yang kini memasuki edisi ke-15, Thamrin Olympiad and Cup, atau lebih dikenal sebagai TOC XV. Dan di tahun 2025 ini, TOC hadir lebih megah, lebih inklusif, dan lebih menggugah dibandingkan sebelumnya.

SMA Negeri Unggulan Mohammad Husni Thamrin di Jakarta Timur telah menjadikan TOC bukan hanya sekadar lomba pelajar, melainkan arena kolaborasi, eksplorasi, dan pembuktian diri. Ajang ini adalah kaleidoskop tempat logika matematika berdampingan dengan alunan seni, debat intelektual bersaing sehat dengan semangat olahraga, dan keunggulan individu tumbuh dalam iklim kolektif yang sehat. TOC adalah panggung besar di mana pelajar dari seluruh penjuru negeri berkumpul, bukan hanya untuk menang, tapi untuk saling belajar.

Salah satu cabang yang paling diminati adalah Science Quiz and Competition, ditujukan khusus bagi siswa SMP dan MTs. Lomba ini menyatukan tiga siswa dalam satu tim untuk menjawab tantangan dari dunia fisika, biologi, kimia, matematika, bahkan Bahasa Indonesia. Dengan total hadiah hingga Rp 7,5 juta, kompetisi ini menjadi peluang emas bagi siswa menengah pertama untuk mengasah pengetahuan dan kerja sama tim mereka.

Namun daya tarik TOC XV bukan hanya pada nominal hadiah atau gengsi juara. Yang menjadikannya istimewa adalah bagaimana ia dirancang untuk mengasah karakter dan kemampuan multidimensi. Di satu sisi, ada kompetisi sains dan matematika seperti MAQC (Mathematics Quiz and Competition) yang melatih logika dan ketekunan. Di sisi lain, ada lomba fotografi terbuka untuk umum yang menguji kepekaan visual dan ekspresi artistik. Tidak ketinggalan, kompetisi Islami hadir mengajak peserta menyeimbangkan nalar dan nurani.

TOC juga bukan acara yang eksklusif akademik. Di balik keseriusan lomba, terselip pula semangat perayaan dalam bentuk Jakarta Festival by Thamrin (JVLYN) 9.0. Bazar UMKM, musik, dan penampilan artis papan atas disiapkan untuk menambah warna pada event ini. Dengan kata lain, TOC adalah perayaan bakat, akal, dan budaya dalam satu kemasan.

Kegiatan ini telah dan akan terus menjadi medan penting dalam pembentukan soft skill. Di dunia pasca-pandemi yang bergerak cepat, kemampuan untuk bekerja sama, berinovasi, beradaptasi, dan berpikir kritis telah menjadi currency baru yang tak ternilai. Dalam konteks ini, lomba sains seperti yang diadakan pada tanggal 26 April (online) dan 4 Mei (offline di Grand Hall SMAU MHT) bukan sekadar ajang adu cepat menjawab soal. Ia adalah pelatihan ketahanan mental, pengelolaan waktu, serta komunikasi dalam tekanan, hal-hal yang kelak menentukan keberhasilan hidup.

Menarik pula mencermati bagaimana TOC XV membuka ruang seluas-luasnya untuk semua kalangan. Dengan biaya pendaftaran yang terjangkau (Rp 150.000–170.000 per tim), dan kanal informasi yang mudah diakses lewat tautan dan kontak resmi, panitia dengan cermat merancang aksesibilitas agar tidak ada siswa yang merasa tertinggal. Di sinilah kebijakan inklusif menunjukkan kekuatannya: bahwa kualitas dan semangat bukan milik sekolah elit semata, melainkan milik setiap anak yang ingin mencoba.

Lebih jauh lagi, TOC XV berfungsi sebagai jembatan antara dunia pendidikan dan masyarakat. Ketika lomba fotografi dibuka untuk umum, atau saat JVLYN menyatukan siswa, guru, orang tua, dan warga sekitar dalam satu festival, kita sedang menyaksikan integrasi pendidikan dalam kehidupan sosial. Sekolah bukan lagi menara gading yang terpisah dari realitas, melainkan simpul komunitas tempat nilai-nilai positif tumbuh.

Kegiatan seperti TOC XV juga memiliki daya lenting kultural. Di tengah derasnya pengaruh media sosial yang kadang memuja popularitas semu, ajang seperti ini hadir sebagai penyeimbang. Ia memberi panggung bagi kecerdasan dan ketekunan, bukan sekadar tampilan visual. Ia mengangkat prestasi sebagai narasi utama, bukan drama atau sensasi. Maka jika kita menginginkan generasi masa depan yang tangguh dan berintegritas, mendukung TOC berarti ikut merawat akarnya.

Dengan segala kompleksitasnya, TOC XV adalah cerminan dari semangat zaman. Ia menunjukkan bahwa pendidikan tak lagi harus membosankan, dan bahwa belajar bisa menjadi petualangan kolektif yang menyenangkan. Ia menjadi semacam “kamp pelatihan” informal yang mempersiapkan siswa untuk dunia yang lebih luas, dunia yang membutuhkan lebih dari sekadar nilai ujian, tetapi juga keberanian, solidaritas, dan rasa ingin tahu yang tak pernah padam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun