Mohon tunggu...
Hilman I.N
Hilman I.N Mohon Tunggu... ASN

Si bodoh yang tak kunjung pandai

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

IHSG Jatuh, Tapi yang Paling Terpukul Sebenarnya Adalah Rasa Percaya

8 April 2025   12:53 Diperbarui: 8 April 2025   12:53 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Anna Nekrashevich: https://www.pexels.com/id-id/foto/pemasaran-pengusaha-pebisnis-orang-6802042/

Hari ini, 8 April 2025, banyak orang terdiam melihat layar gadget-nya. Angka merah besar terpampang jelas: IHSG turun 9,19 persen. Bagi yang tak terbiasa mengikuti dunia saham, ini mungkin sekadar berita. Tapi bagi pelaku pasar, ini seperti gempa besar yang mengguncang fondasi kepercayaan mereka terhadap arah ekonomi Indonesia.

Bursa Efek Indonesia sampai harus menghentikan sementara perdagangan selama 30 menit, istilahnya trading halt, untuk mencegah kepanikan yang lebih parah. Artinya, situasi benar-benar genting. Namun pertanyaannya, kenapa ini bisa terjadi?

Penyebab utamanya datang dari luar negeri. Pemerintah Amerika Serikat tiba-tiba memberlakukan kebijakan tarif impor yang lebih tinggi. Kebijakan ini bikin dunia dagang jadi tegang, terutama negara-negara berkembang seperti Indonesia yang banyak bergantung pada ekspor dan investasi dari luar. Selain itu, nilai tukar rupiah juga sedang melemah, dan kondisi politik dalam negeri pasca-pemilu masih belum sepenuhnya stabil.

Padahal, belum lama ini, sekitar dua minggu lalu, IHSG sempat menguat ke angka 6.510. Banyak yang waktu itu berpikir keadaan sudah mulai membaik. Ternyata, harapan itu tak bertahan lama. Sekarang kita malah melihat pasar jatuh ke titik yang sangat mengkhawatirkan.

Apa yang terjadi hari ini bukan sekadar penurunan angka. Ini lebih dalam dari itu. Pasar saham pada dasarnya mencerminkan rasa percaya orang-orang terhadap kondisi ekonomi. Saat IHSG jatuh sedalam ini, itu berarti banyak investor kehilangan rasa yakin. Mereka ragu apakah ekonomi Indonesia benar-benar siap menghadapi tekanan global yang makin berat.

Beberapa sektor yang paling terdampak adalah sektor perbankan dan komoditas, dua sektor yang sangat sensitif terhadap situasi dunia. Sebaliknya, sektor-sektor yang lebih berkaitan dengan kebutuhan sehari-hari, seperti makanan dan barang konsumsi, masih bisa bertahan karena orang tetap butuh makan, apa pun kondisi pasar.

Bagi investor kecil atau ritel, situasi seperti ini memang penuh dilema. Ada yang memilih diam dulu, menunggu situasi lebih jelas. Ada juga yang justru melihat ini sebagai kesempatan untuk membeli saham murah (buy on weakness). Tapi para ahli mengingatkan, jangan asal beli hanya karena harga turun. Kita tetap perlu hati-hati, apalagi kalau belum tahu akan seperti apa arah pasar ke depan.

Lalu, apa yang bisa dilakukan pemerintah? 

Banyak hal bisa dilakukan, tapi yang paling penting adalah membangun kembali rasa percaya. Masyarakat dan pelaku pasar ingin melihat langkah nyata, bukan janji, tapi tindakan, untuk menjaga stabilitas ekonomi. Misalnya, menjaga agar rupiah tidak terus melemah, mengendalikan inflasi, atau memberi kepastian soal arah kebijakan ke depan.

Bank Indonesia mungkin akan turun tangan di pasar valuta asing untuk menjaga nilai tukar. Tapi kalau akar masalahnya adalah ketidakpastian global dan kurangnya keyakinan terhadap kebijakan dalam negeri, maka kita butuh lebih dari sekadar intervensi pasar. Kita butuh narasi yang kuat bahwa Indonesia punya arah yang jelas, dan b onahwa kita punya daya tahan yang cukup untuk menghadapi badai ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun