Pasar Lenteng Agung, pagi itu, masih seperti biasa, riuh dengan tawar-menawar, pedagang yang berteriak menawarkan dagangan, dan ibu-ibu yang sibuk memilih bahan makanan terbaik untuk keluarga mereka. Di antara keramaian itu, tiba-tiba suasana berubah. Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, yang tengah melakukan inspeksi mendadak, mengangkat satu botol Minyakita ke udara, lalu menimbangnya dengan teliti. Sejenak, ia mengernyit.
"Ini nggak sampai satu liter," ucapnya, suaranya menggema di tengah hiruk-pikuk pasar.
Pedagang yang menjual minyak goreng itu terlihat canggung, sementara pembeli yang tadinya sibuk memilih dagangan mulai mendekat, penasaran. Satu per satu, botol Minyakita lainnya diperiksa. Hasilnya mengejutkan, isinya hanya sekitar 750 hingga 800 mililiter, jauh dari yang seharusnya satu liter penuh.
Jika itu belum cukup buruk, harga jualnya pun lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah. Seharusnya Rp15.700 per liter, tapi di pasar itu, minyak yang tak lagi utuh ini dijual seharga Rp18.000.
Orang-orang saling pandang, ada yang menggelengkan kepala, ada pula yang berbisik, "Lagi-lagi kita dibohongi."
Minyakita bukan sekadar minyak goreng biasa. Ketika pertama kali diluncurkan pemerintah, produk ini diharapkan menjadi solusi bagi masyarakat yang kesulitan mendapatkan minyak dengan harga terjangkau. Label "milik rakyat" melekat erat padanya, menjadikannya simbol keadilan bagi mereka yang berjuang di tengah naiknya harga bahan pokok.
Tapi hari itu, kepercayaan masyarakat terkikis.
Seperti efek domino, temuan di pasar itu segera memicu reaksi berantai. Satgas Pangan Polri turun tangan, menyelidiki lebih jauh ke produsen yang bertanggung jawab atas Minyakita. Tiga perusahaan langsung masuk dalam daftar investigasi: PT Artha Eka Global Asia di Depok, Koperasi Produsen UMKM Kelompok Terpadu Nusantara di Kudus, dan PT Tunas Agro Indolestari di Tangerang.
Dari hasil pemeriksaan, ditemukan bahwa mereka bukan sekadar "salah hitung" atau "keliru dalam produksi." Ada pola. Ada niat. Dan yang lebih menyakitkan, ada kepercayaan rakyat yang dipermainkan.
Skandal ini bukan sekadar tentang minyak goreng yang berkurang takarannya. Ini adalah cerita tentang bagaimana sebuah janji bisa begitu mudah dikhianati. Masyarakat membeli Minyakita karena percaya pada konsepnya: minyak murah dengan kualitas baik, dilindungi oleh pemerintah.