Mohon tunggu...
Hilman I.N
Hilman I.N Mohon Tunggu... ASN

Si bodoh yang tak kunjung pandai

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jejak Pendidikan dalam Darah Batak, Pelajaran dari Tetangga

23 Februari 2025   14:25 Diperbarui: 23 Februari 2025   14:41 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suku Batak di Pulau Samosir, sumber: Kompas.com

Saya terinspirasi menulis ini setelah membaca tulisan Kompasianer Irma Manurung yang membahas filosofi pendidikan dalam budaya Batak Toba.

Di antara deretan rumah di lingkungan tempat saya tinggal, ada satu pola menarik yang saya amati selama bertahun-tahun. Saya tumbuh di lingkungan yang heterogen, dengan tetangga dari berbagai suku, termasuk beberapa keluarga Batak. Mereka bukan sekadar tetangga, tetapi juga representasi hidup dari satu nilai yang terus terpatri dalam budaya mereka: pendidikan adalah segalanya.

Sejak kecil, saya melihat perbedaan yang tak terlalu mencolok tetapi cukup berpengaruh. Saat orang tua saya memilih menyekolahkan saya di SD negeri, tetangga-tetangga Batak saya lebih memilih sekolah swasta yang terkenal dengan sistem pembelajarannya yang ketat, seperti Strada dan Penabur. Saya tidak pernah merasa kekurangan, tetapi ada sesuatu yang berbeda dalam cara mereka memandang pendidikan, sesuatu yang, seiring waktu, saya sadari sebagai sebuah prinsip hidup yang dipegang teguh.

Saat beranjak remaja, saya semakin menyadari pola ini. Di SMA tempat saya bersekolah, saya memiliki beberapa teman dekat dari suku Batak. Secara ekonomi, latar belakang kami tidak jauh berbeda. Namun, ada satu hal yang membedakan: perjalanan pendidikan mereka sebelum SMA dan investasi yang diberikan orang tua mereka dalam bentuk kursus tambahan, pelatihan, dan persiapan akademik yang jauh lebih intens dibanding saya. Saya hanya mengikuti beberapa les tambahan yang sekadar mengisi waktu, sementara mereka mengikuti berbagai program untuk memastikan tidak ada celah dalam pendidikan mereka.

Ketika memasuki dunia perkuliahan, pola ini semakin jelas. Saya beruntung masuk ke perguruan tinggi negeri kedinasan dengan peminat yang sangat tinggi dan mendapatkan beasiswa. Namun, yang menarik adalah fakta bahwa di kampus saya, dan di banyak kampus bergengsi lainnya seperti UI dan ITB, jumlah mahasiswa dari suku Batak selalu menjadi salah satu yang mendominasi setelah suku Jawa. Saya bertanya-tanya, apakah ini sekadar kebetulan? Ataukah ada sesuatu yang lebih mendalam, sesuatu yang telah ditanamkan dalam budaya mereka sejak lama?

Di tempat kerja, saya kembali melihat pola ini. Rekan-rekan kerja saya yang berasal dari suku Batak bukan hanya pekerja keras, tetapi juga sangat serius dalam mendidik anak-anak mereka. Saya sering menyaksikan bagaimana para ibu Batak di kantor dengan penuh perhatian membicarakan sekolah terbaik untuk anak-anak mereka, membandingkan kurikulum, dan mempertimbangkan setiap aspek pendidikan dengan sangat serius. Ini bukan sekadar upaya, tetapi sebuah komitmen yang melekat dalam keseharian mereka.

Dari pengalaman ini, saya belajar sesuatu yang berharga: ada alasan mengapa kita diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, untuk saling mengenal dan mengambil pelajaran dari satu sama lain. Setiap suku memiliki keunikan dan nilai-nilai yang bisa menjadi inspirasi. Dalam hal pendidikan, saya tidak ragu bahwa filosofi pendidikan orang Batak adalah sesuatu yang layak dicontoh.

Saat ini, saya sudah berkeluarga dan menyekolahkan anak-anak saya. Dan ada satu pesan yang saya sampaikan kepada istri saya, 

Ada ibu Batak nggak di sini? Ikuti contoh langkahnya.

Bukan karena saya ingin menjadikan anak-anak saya seperti orang lain, tetapi karena saya percaya bahwa dalam budaya mereka, ada pelajaran yang sangat berharga tentang bagaimana pendidikan seharusnya diprioritaskan di atas segalanya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun