Suara murai di antara panggung beraspal
Menyamar serak hingga tersisa nafas merengap.
Tangan kecilnya bertumpu pada senyuman
Mengitari yang beratur memalingkan wajah.
Pilu---keringat-keringat yang lahir darinya
Hanya setakar dengan koin-koin perak.
Kaki bertelanjang, bercumbu dengan sengat aspal,
Hanya dibayar dengan tumpukan luka baru yang lapar.
Hujan dimatanya telah sampai pada malam
Namun sayang malam tiada menjanjikan pelangi,
Dan ia datang padaku meminta cahaya
Namun aku terlalu redup untuk bisa mengupas lukanya.
Aku serupa negeriku yang kehilangan suara
Bersaksi dan menangis tanpa air jatuh dari mata,
Mendengar suara-suara pinggiran yang lebih menyayat dari pelafalan mantra.
Maafkan--- negriku tidak berhasrat hendak tak berkabar.
Dia pun lelah dihisapi lintah yang tabah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI