Dia melintangi dinginnya nafas malam
Bertelanjang, Â kulitnya penuh dengan luka pahatan.
Dibuatnya kata dari logam paling mulia
Serupa bentuk rusuknya yang telah hilang.
Dia berteduh dibalik karang putih
Menerima deras sungai mengalir dari sepasang rembulan
Pun suara -suara yang pertemukan sudut senja.
Dia begitu rapuh hingga sanggup tiada dalam belaian hujan.
Saat sehelai sutra mengikatnya satu
Tuhanpun hilang kepiawaian dalam merayu
Dan ketika kata itu telah berputar
Akan dia rengkuh bait-bait doa yang pernah menyayatnya.
Aku selalu bertanya -tanya, Â disaat kehangatan mekar, Â dibagian langit terjauh, Â pun antara penghuni surga yang pantas untuk dia terbuka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H