Mohon tunggu...
nanda ariesta
nanda ariesta Mohon Tunggu... Penulis - mahasiswa18

yOu onlY LIfE oncE

Selanjutnya

Tutup

Money

Bagaimanakah Kondisi Perekonomian Islam Saat Pandemi COVID19?

17 Mei 2020   00:49 Diperbarui: 17 Mei 2020   00:54 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Krisis Covid-19 dapat menghantam setiap negara dengan kadar yang sama. Pada krisis keuangan global, negara pusat keuangan Syariah seperti Malaysia dan negara-negara Timur Tengah tidak memiliki konektivitas produk keuangan yang tinggi dengan Amerika Serikat. Jadi efek krisisnya lebih rendah. Namun kali ini, efek negatif ke perekonomian negara-negara episentrum industri keuangan Syariah bisa jadi lebih tinggi. Karena sistem kesehatan publik mereka yang relatif lemah. Dari 57 negara Organisasi Konferensi Islam (OIC) hanya Oman (8) yang berada di 25 besar sistem kesehatan publik terbaik WHO. Indonesia sendiri berada di peringkat 92, di antara Lebanon (91) dan Iran (93). Dengan asumsi tingkat keparahan wabah yang sama, beban mayoritas negara OIC untuk mengatasi wabah Covid-19 lebih berat. Ruang fiskal dan moneter untuk intervensi stimulus ekonomi pun terbatas. Berbeda dengan Amerika Serikat, misalnya, yang telah menjanjikan stimulus ekonomi "awal" sebesar 850 miliar dollar AS (Rp 13.500 triliun) atau Jerman dengan 500 miliar euro (Rp 8.500 triliun) atau Inggris Raya dengan 350 miliar poundsterling (Rp 6.400 triliun). Konsekuensinya, proses recovery industri syariah mungkin akan lebih lambat.

Pada krisis keuangan global, negara pusat keuangan Syariah seperti Malaysia dan negara-negara Timur Tengah tidak memiliki konektivitas produk keuangan yang tinggi dengan Amerika Serikat. Jadi efek krisisnya lebih rendah. Namun kali ini, efek negatif ke perekonomian negara-negara episentrum industri keuangan Syariah bisa jadi lebih tinggi. Karena sistem kesehatan publik mereka yang relatif lemah.

Dari 57 negara Organisasi Konferensi Islam (OIC) hanya Oman (8) yang berada di 25 besar sistem kesehatan publik terbaik WHO. Indonesia sendiri berada di peringkat 92, di antara Lebanon (91) dan Iran (93). Dengan asumsi tingkat keparahan wabah yang sama, beban mayoritas negara OIC untuk mengatasi wabah Covid-19 lebih berat. Ruang fiskal dan moneter untuk intervensi stimulus ekonomi pun terbatas. Berbeda dengan Amerika Serikat, misalnya, yang telah menjanjikan stimulus ekonomi "awal" sebesar 850 miliar dollar AS (Rp 13.500 triliun) atau Jerman dengan 500 miliar euro (Rp 8.500 triliun) atau Inggris Raya dengan 350 miliar poundsterling (Rp 6.400 triliun). Konsekuensinya, proses recovery industri syariah mungkin akan lebih lambat.

Keuangan Sosial Islam memiliki posisi penting dalam mengatasi problematika sosio-ekonomi masyarakat dan membantu pemerintah mengatasi permasalahan ini. Sebagai negara dengan mayoritas muslim terbesar maka dapat memaksimalkan potensi dana sosial islam yang dikelola oleh Organisasi Pengelola Zakat, Infaq dan Sedekah (OPZIS), Lembaga pengelola wakaf (LPW) dan lembaga keuangan mikro atau Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Untuk melawan pandemi covid-19 ada langkah pencegahan dan tindakan solutif seperti Pemberdayaan dana zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) dapat dimaksimalkan untuk membantu masyarakat untuk bisa bertahan hidup. Dana ZIS diberdayakan untuk penyediaan kebutuhan dasar masyarakat, seperti penyediaan makanan pokok, alat pelindung kesehatan dan kebersihan. Sesuai dengan peruntukannya dana ZIS mengedepankan urgensi kebutuhan dasar konsumsi para mustahik atau dalam kondisi ini adalah masyarakat yang dari sisi ekonominya terganggu. Dana atau aset wakaf dapat diberdayakan untuk membantu penyediaan fasilitas sanitasi yang baik di lingkungan masyarakat dan penyediaan sumber air bersih. Jika memungkinan dana wakaf bisa juga membantu penyediaan alat-alat kesehatan yang memiliki manfaat yang terus menerus seperti alat bantu nafas, ventilator atau kebutuhan lainnya. Lalu tindakan solutif harus lakukan untuk masyarakat yang tidak dapat bekerja dan usaha mikro yang kehabisan modal usaha bahkan yang tidak dapat memenuhi pembayaran hutang.

Di tengah merebaknya Covid-19, terjadi penurunan permintaan terhadap produk-produk bisnis syariah. Tingkat kunjungan wisatawan asing dan wisatawan domestik merosot drastis. Tingkat okupansi hotel di Indonesia secara umum turun hingga tinggal 10-50 persen, termasuk tingkat okupansi hotel-hotel syariah. Penjualan paket-paket perjalanan wisata, termasuk wisata syariah, juga seret. Biro-biro perjalanan umrah bahkan harus menanggung kerugian cukup besar akibat pelarangan perjalanan umrah ke Mekkah, Saudi Arabia. Sementara, penurunan aktivitas konsumsi masyarakat telah mulai terjadi pada semua produk non bahan pokok, termasuk produk-produk makanan dan minuman halal, kosmetika halal dan fesyen muslim. Penurunan ini kemungkinan akan sangat signifikan jika penyebaran Covid-19 terus berlanjut hingga April dan Mei, saat bulan suci Ramadhan dan hari raya Idul Fitri tiba.

Peningkatan risiko  lembaga-lembaga keuangan syariah akan terjadi tidak hanya pada bank umum syariah, tetapi juga pada lembaga-lembaga keuangan syariah lain seperti bank pembiayaan rakyat syariah, perusahaan pembiayaan syariah dan lembaga keuangan mikro syariah. Di antaranya dalam bentuk risiko operasional, risiko pembiayaan, risiko pasar dan risiko likuiditas. Di luar itu, lembaga-lembaga keuangan syariah juga akan mengalami perlambatan laju pertumbuhan aset, minimal hingga berakhirnya masa-masa kritis wabah Covid-19.

Untuk menghadapi dampak penyebaran Covid-19 terhadap aktivitas ekonomi dan bisnis syariah di Indonesia, langkah perlu dilakukan adanya penegaskan posisi bisnis-bisnis syariah sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat Indonesia yang sedang berjuang mengatasi wabah Covid-19. Para pelaku ekonomi dan bisnis syariah harus menunjukkan empati dan solidaritas kepada para pemangku kepentingan. Di antaranya memberi kelonggaran working from home kepada karyawan-karyawan, tetap memberikan layanan terbaik kepada para pelanggan dalam batas-batas yang memungkinkan dan mendukung kebijakan pemerintah untuk mengurangi potensi penyebaran Covid-19 secara keseluruhan.

Karakter industri Syariah yang sesungguhnya dibangung di atas empat pilar, yakni pemenuhan hukum Tuhan (legal), kebutuhan diri (self-interest), kesejahteraan sosial (social-interest), dan kesinambungan lingkungan (ecological-interest). Sayangnya, pembangunan industri "halal" seringkali hanya berfokus pada pilar pertama dan melupakan kesetimbangan tiga pilar yang lain. Masa krisis adalah waktu yang paling tepat untuk memunculkan karakter tersebut.

Menghadapi pandemi COVID19, pertama yang harus kita lakukan adalah seperti yang telah dijelaskan di ayat 153 di surah yang sama yaitu: "Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." Dilanjutkan dengan ayat 156 setelahnya yaitu: "(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" -- makna lanjutan adalah: sesungguhnya kepada-Nyalah kita akan kembali, yakni ke akhirat, di sana kita akan diberi-Nya balasan. Maka dari itu, mari kita hadapi pandemi ini dengan selalu mengingat Allah SWT. Kedua, ikhtiar yang harus kita lakukan adalah mendengarkan arahan pemerintah untuk banyak tinggal di rumah (Work From Home (WFH)/Study From Home (SFH)), jaga jarak (social distancing), tingkatkan hidup sehat namun tetap hemat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun