Mohon tunggu...
Khanif Fauzan
Khanif Fauzan Mohon Tunggu... Penulis - Pustakawan

Terima kasih telah berkunjung, semoga barakah manfaat! :) https://linktr.ee/fauzankhanief

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ai / Monogatari

6 Juni 2020   13:12 Diperbarui: 6 Juni 2020   16:22 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalam-kalam yang senantiasa berpendar di udara, adalah ayat-ayat Tuhan bagi setiap makhluk berpasang-pasangan. Ketika aromanya terhirup, maka dua insan yang saling terkasih menyatu dalam tali romansa. Di antara pendaran benang berwarna-warni, sebuah tali merah terhubung dari seorang penggembala di padang rumput, menembus lapis-lapis bukit, mengarungi sawah, meliuk ke dalam perkampungan, gang sempit, hingga akhirnya menembus dada tuan puteri yang manis di dalam istana.

            Dari jarak 200 kilometer, mereka saling menyukai.

            Bukan maksud mereka saling bertatapan, bukan pula mereka sengaja bertemu. Lam, sang pengembala saat itu tengah mengendarai pedati menuju pasar. Lewatlah di sampingnya iring-iringan keluarga kerajaan menuju ibukota. Sama sekali Lam tak mengenal siapa mereka. Eli sang puteri, tak sengaja menatapnya dari jendela delman. Lam menahan nafas, Eli tersipu. Kepolosan mereka terasa manis merona.

Siapakah gadis itu? Api merah muda menyala di mata Lam. Dia tanyakan ke pamannya, ke para petani desa, tentang gadis mungil yang memakai bandana emas, berkerudung renda, lewat bersama iring-iringan itu. Mereka tertawa, katanya, kalau kau sekaya saudagar, baru boleh kau bertanya tentang puteri raja. Tentu Lam tak puas. Ia pergi ke pasar untuk mencari tahu sendiri. Siapa yang mengenalnya?

            Sementara Eli berkali-kali kehilangan konsentrasinya menjahit renda. Ia tak jujur, manakala ibunya menanyakan hal yang mengganggu pikirannya. Tak bisa ia katakan, bahwa bayangan sang penggembala yang membuat masakannya gosong, jarinya terkena jarum, anak panahnya meleset, atau malam yang panjang tanpa kantuk. Apa itu rindu? Bahkan tak seorang pun mengenalnya.

            Lam adalah anak angkat. Sedari kecil rajin sekali membantu pamannya menggembala ternak. Serigala hutan gentar bila bertemu Lam yang berani melawan, bersenjatakan panah dan tombak. Ia paling jago bela diri di desa. Tampan, atletis. Para gadis  ingin Lam menikahi mereka, namun hatinya tidak untuk siapa pun.

            Setiap lewat pos jaga prajurit di pinggir hutan, Lam gemar mendengar cerita indah tentang Eli sang puteri. Tentang kebaikannya membawakan makanan bagi para prajurit dari medan perang, manisnya saat bermain bersama anak-anak yatim di panti asuhan kota. Begitu juga yang ia dengar dari pemasok sayur kerajaan, hakim kota, penjual kue, anak-anak muda di warung kopi. Larut dalam kekaguman.

            Begitu pula Eli yang selalu menolak setiap pangeran yang ingin menikahinya. Ayahnya bingung. Teman masa kecilnya pun di tolak juga. Repot kali kalau orang lagi jatuh cinta. Diam-diam, Eli memerintahkan pengawal pribadinya mencari sosok sang penggembala ke seluruh negeri. Maka, di telusurilah dengan segenap koneksi, lelaki yang mereka kira hanya angan-angan sang puteri. Tak mungkin mereka yang bagai langit dan bumi saling mengenal.

            Lam sadar siapa dirinya. Namun benarkah yang ia rasakan adalah cinta? Ia cari lewat kawannya yang pacaran, cinta harus di perjuangkan. Ketika kawannya putus, kata dia cinta tak harus memiliki. Bertanyalah ke pasangan suami isteri, kata mereka cinta adalah pengorbanan. Namun saat sang isteri meninggal, patahlah hati sang suami. Kata orang-orang yang ditinggal, cinta adalah tentang menerima. Namun saat harta dan keluarga lenyap, cinta terasa menyakitkan.

             Maka Lam memilih mendaftarkan diri menjadi prajurit kerajaan yang memperjuangkan kebenaran di atas kebenaran. Ini masih tentang cintanya, sebab kesimpulan terakhirnya yang takkan hilang dari manusia hanyalah Dia yang abadi. Lam bersabar untuk tidak mengambil jalan pintas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun