Paus Fransiskus, Kemanusiaan, dan Paradoks Kekuasaan
Duka atas wafatnya Paus Fransiskus bukan hanya milik umat Katolik, namun duka dan rasa kehilangan mendalam dirasakan oleh seluruh umat di dunia. Sehari setelah peringatan Paskah, dan juga tepat perayaan Hari Kartini di Indonesia, Paus Fransiskus wafat.
Paus Fransiskus dan Kemanusiaan
Kardinal Ignatius Suharyo menyatakan dalam kalimat-kalimat lugas dan jelas mengenai Paus Fransiskus saat Konpers, Senin, 21 April 2025, malam hari. Â Beliau menegaskan, sosok Paus Fransiskus yang sangat membumi sebagai pribadi dan juga rekan dalam berpelayanan.
Paus Fransiskus yang memiliki nama asli Jorge Mario Bergoglio. Dilahirkan pada 17 Desember 1936 di Buenos Aires, Argentina. Beliau memutuskan bergabung dengan Ordo Jesuit di tahun 1958, yang kemudian ditahbiskan sebagai imam Katolik pada tahun 1969.
Pada 13 Maret 2013, beliau dipilih dalam konklaf sebagai Paus, yang akhirnya memilih Fransiskus, sebagai penghormatan terhadap Santo Fransiskus dari Asisi.
Paus Fransiskus dan Paradoks Kekuasaan
Paus Fransiskus dengan segala hal terkait kepausannya tidak serta-merta menjadi pribadi yang menggunakan kekuasaannya sebagai kemegahan diri. Berbagai kesaksian hidup yang ditampilkan dan dinyatakan bukan hanya sekadar tagline. Beliau menghidupi hidup sebagai pelayan. Dia menghamba pada kemanusiaan.
Pribadi rendah hati yang penuh welas asih itu, berdoa dengan gemetar, untuk lebih dari 360 pengungsi dari Eritrea dan Somalia yang tenggelam dalam laut yang membeku di Pulau Lampedusa Italia. Paus mengadakan misa sederhana, tanpa kemewahan, tanpa kemegahan, dan altar emas.
Beliau menggunakan altar dari perahu karam yang digunakan para pengungsi untuk menyeberangi lautan dingin dari negaranya yang berkonflik. Lampedusa menjadi saksi cinta dan keberpihakan Paus Fransiskus pada yang terpinggirkan.