Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Gratias

-semua karena anugerahNya- Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lebaran, Tradisi, dan Humanisme

31 Maret 2025   05:27 Diperbarui: 6 April 2025   13:41 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi artikel melalui Kompas.com (Shutterstock)

Selamat merayakan Idulfitri 1446 H. Mohon maaf lahir dan batin.

Lebaran sebagai sebuah tradisi budaya, bisa dinikmati semua kalangan tanpa memikirkan sekat apapun. Sangat indah.

Ingat lebaran pasti ingat ketupat dan opor ayam, serta aneka hidangan pelengkap lainnya. Ingat lebaran, pastinya, gak jauh-jauh dari tradisi silaturahmi. Menciptkan koneksi sebagai masyarakat komunal, khas negeri ini.

Budaya saling mengunjungi sanak-saudara, dan bermaaf-maafan. Tradisi mudik tiap tahun yang selalu dinantikan. Menantikan berkumpul dengan sanak-saudara, kerabat, keluarga menjadi momen yang ditunggu. Di tataran sosial, hal ini memiliki arti dan makna yang sangat dalam.

Ingat lebaran, ingat juga tradisi bertukar makanan-makanan khas yang muncul pada saat lebaran tiba di antara tetangga, dan sanak kerabat. Begitu banyak persiapan yang dilakukan untuk menyambut Lebaran, termasuk juga dari sudut pandang ekonomi.

Momen Lebaran menjadi momen keberkahan yang bisa dirasakan oleh masyarakat segala lapisan. Intinya Lebaran menjadi sebuah tradisi baik yang dirasakan dan dirayakan seluruh umat manusia.

Semua hal baik tersebut bisa dirasakan oleh semua kalangan, tanpa sekat, karena Lebaran dalam kacamata budaya dipandang sebagai tradisi baik umat manusia. Terjadi interaksi yang khas, bukan hanya dari tataran agama (sebagai religi), tetapi juga ekonomi, dan sosial.

Secara spiritualitas, hal ini dimaknai sebagai momen berefleksi, mengevaluasi diri, dan kembali pada sisi-sisi humanis manusia yang lemah serta penuh keterbatasan. Pemaknaan terhadap pengendalian diri secara batin dan fisik dalam wujud puasa di  bulan Ramadan begitu kuat.

Kembali pada jati diri manusia seutuhnya yang penuh keterbatasan. Bermaaf-maafan sebagai wujud memberi dan menerima. Memberi maaf dan menerima maaf. Kerinduan umat muslim, khususnya, untuk kembali merasakan Ramadan berikutnya, menjadi sebuah doa.

Lebaran bukan hanya milik umat muslim saja bila diteropong dari sudut pandang  budaya. Mempersatukan semuanya, apapun, sebagai manusia. Lebaran menyentuh sisi-sisi humanis dengan makna dalam. Kedamaian, gotong-royong, dan keramahan, juga aspek lain sebagai bangsa, melekat pada tradisi Lebaran. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun