Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Pendidik - ... n i t a ...

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Cerita Perjalanan Seorang Vegetarian

9 Mei 2023   11:15 Diperbarui: 10 Mei 2023   10:55 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Artikel/Sumber: Unsplash.com/Anna Pelzer

Menjadi seorang vegetarian pernah saya lakoni beberapa belas tahun lalu karena hal "mendesak" yang menjadi dasar alasan lahirnya keputusan tersebut. Saat-saat itu tidaklah susah buat saya untuk mengubah gaya hidup (terutama terkait makanan dan pola makanan), karena pada dasarnya memilih opsi radikal tersebut berdasar kuat pada alasan kesehatan.

Saat itu saya masih memilih untuk menjadi seorang vegetarian. Ikan, susu fermentasi, serta telur masih menjadi menu pelengkap makan sehari-hari. Pilihan telur ayam kampung menjadi sebuah pilihan untuk tetap bisa mengonsumsi telur.

Sayur, buah segar atau dalam bentuk jus, dan biji-bijian menjadi sumber nutrisi saat itu. Saya bisa melakukan gaya hidup tersebut selama kurang lebih hampir 9 tahun, sampai pada akhirnya saya memutuskan untuk tidak melanjutkan.

Daging merah dan olahannya memang saya hindari. Makanan pengawet dan beberapa olahan makanan yang terbuat dari daging merah tidak lagi saya konsumsi. Saat itu memang tidak mudah, rasa gurih dari protein hewani dalam daging dan makanan olahan terkadang menggoda.

Saya akrab sekali dengan jamu, rebusan beberapa tanaman rekomendasi teman dan makanan-makanan yang ragamnya seputar sayur, buah, telur, buah kering (seperti kismis, prune) dan ikan, serta susu fermentasi seperti yoghurt dan kefir.

Buah dan sayur biasanya dicampur dengan saus kacang. Semisal gado-gado, lotek, karedok, rujak buah. Kemudian sayur-mayur yang dicampur dengan sambal kelapa seperti urap, gudangan. Sesekali buah potong saya campur dengan yoghurt yang dicampur dengan madu dan perasan jeruk nipis atau lemon.

Ikan gabus ditim dengan menggunakan jahe dan bawang putih untuk meminimalisir amis ikan. Jus buah dan buah potong juga menjadi menu wajib di pagi dan sore hari.

Upaya yang tidak mudah juga saat itu. Lidah diprogam untuk menerima rasa "hambar" dari mayoritas makanan yang berupa sayur dan buah. Saya juga pecinta micin saat itu, bisa dibayangkan untuk mengendalikan rasa itu bukan hal yang mudah. Tapi memang akhirnya bisa memenangkan "pergulatan batin" di awal perjuangan sampai kurang lebih 9 tahun. 

Metabolisme tubuh menjadi lebih baik. Kebugaran tubuh saat itu saya rasakan betul walau akhirnya kebiasaan tersebut saya tidak lakukan dengan full seperti di awal.

Kini lebih menakar porsi dan tidak berlebihan. Lebih peka terhadap sinyal tubuh dan mengurangi makanan-makanan beresiko tinggi yang terkait dengan kesehatan tubuh. Berharap kita semua tetap sehat.

Terima kasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun