Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Pendidik - ... n i t a ...

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Saya Butuh Bimbingan, Ma, Bukan Pemukulan

16 September 2020   17:10 Diperbarui: 16 September 2020   17:08 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi/sumber: thinkstock via kompas.com

Senada dengan hal di atas disebutkan bahwa salah satu aspek kematangan emosi adalah dapat bersikap sabar. Memang berperan sebagai orang tua bukan hal yang mudah, hal ini adalah proses yang memerlukan jam terbang, namun demikian harus disadari bersama bahwa anak tentu memiliki kapasitas pemikiran jauh di bawah pemikiran orang yang telah lebih dewasa darinya, sehingga membutuhkan rentang sabar yang panjang.

Perlu disadari juga bahwa anak-anak seusia korban belum dapat mengidentifikasi dengan sempurna hal-hal yang orang dewasa lakukan dan pikirkan, karena keterbatasan mereka.

Jelas mereka terbatas karena masih dalam jenjang pertumbuhan yang seharusnya menjadi tanggung jawab kita dalam mengarahkan.

Sebuah kemampuan yang memang harus dilatih sefasih mungkin saat berhubungan dengan anak-anak yang usianya masih kecil ini yaitu "menurunkan" diri kita pada level mereka, sehingga kita bisa lebih mampu memahami kesulitan-kesulitan yang dirasakan oleh anak-anak ini dan main hantam kromo pada mereka.

Kita sebagai orang tua pasti sudah pernah merasakan menjadi anak usia 8 tahun, tetapi mereka belum pernah merasakan seusia kita yang mungkin telah ada di rentang usia lebih dari 25 tahun.

Perenungan dalam saya membawa pada sebuah kenyataan bahwa begitu pentingnya menjaga kesehatan mental kita yang sedang dalam masa-masa "ujian" di tengah pandemi yang tak kunjung usai untuk mendampingi buah hati kita di rumah terutama dalam hal pendampingan belajar.

Penting menjaga kondisi mental kita sehingga saat mendampingi putra-putri kita terutama bagi mereka yang anak-anaknya masih berusia dini.

Kegagalan adalah proses dari pembelajaran itu sendiri, tak apa. Anak-anak bukan robot yang harus selalu bisa memahami pembelajaran yang baru diterimanya apalagi pada saat kondisi yang tak mudah seperti saat ini.

Perkuatlah bonding dan turunkan target yang akan menjadi sumber stress kita. Bekerjasamalah dengan guru-guru mereka dan ceritakan kondisi kesulitan yang dialami, sehingga keberhasilan anak menjadi sebuah kerjasama antara sekolah dan orang tua.

Berikan waktu pada proses, ini juga sebuah kunci dalam memahami anak-anak terkait kemampuan daya serap mereka untuk memahami materi pembelajarannya. Jika telah lelah mengajarinya, hentikan dulu dan beristirahatlah.

Kegagalan LH menyikapi situasi yang terjadi pada putrinya memang berakibat fatal. 

Nasi telah menjadi bubur, hal ini menjadi sebuah pembelajaran dan refleksi yang mahal harganya bagi saya dan kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun