Pandemi Covid-19 yang sudah mengemparkan banyak sektor di Indonesia salah satunya adalah rumah tangga. Â Setelah 6 bulan Pandemi dan banyak himbauan di rumah saja, Kabupaten Bandung, pada Juni 2020 telah mencatat jumlah gugatan cerai melampaui angka 1.012 kasus. Masa resesi yang entah kapan berakhir ini membuat banyak sektor tumbang.
Angka pernikahan (dini) ketika pandemi nyatanya berbanding lurus dengan angka kasus perceraian yang terjadi. Wilayah Jawa Barat, angka perkawinan di bawah umur tertinggi di Indonesia berdasarkan data Badan Perencanaan dan Pembagunan Nasional Tahun 2020.
Pandemi sudah membuat banyak PHK dan aktivitas di rumah saja membuat komunikasi memburuk. Dikutip dari Kompas.com, faktor lain yang mendasari suatu pasangan memilih untuk bercerai karena ada keberanian dari pihak istri untuk lebih bersuara.
"Ada keberanian dari pihak istri untuk lebih bersuara dan mandiri secara ekonomi. Perlu diperhatikan, kemandirian ekonomi keluarga yang berpusat pada perempuan, ekonominya harus menguat dan diperkuat,"
Nah, pada akhirnya pandemi menjadi  satu-satunya alasan menyebabkan waktu di rumah lebih lama dan faktor ekonomi mendorong untuk bercerai. Namun, sebetulnya hal ini bukan solusi.Â
Seberes bercerai apa yang akan terjadi? Jika memang faktornya ekonomi tentu ini adalah halangan sementara sebelum berusaha kembali. Keluarga dibangun atas dasar yang kuat, harusnya. Perencanaan matang mengenai visi dan misi menjadi landasan tetap tegar di situasi apapun.
Nah, selain itu bagi pasangan yang sudah lama menikah tentu mempunyai anak yang harus dijaga bukan saja soal berdua tapi soal jiwa lain yang masih bergantung pada pasangan dan keutuhan rumah tangga, jadi fikir-fikir dulu.Â
Ada yang memutuskan mengakhiri pernikahan karena ada masalah yang ditahan selama 40 tahun. Apapun alasannya mengakhiri pernikahan, sebaiknya difikir dulu pun bagi yang akan menikah agar tidak buru- buru bercerai tanpa pemikiran.