Ketika saya ditugaskan di Malang, hal yang paling menarik perhatian saya adalah gelarnya sebagai kota Apel. Sebuah buku yang saya terima dari Pak Wahyu, guru SMA saya pada tahun 2018 lalu berjudul 9 Summers 10 Autumns yang ditulis oleh Iwan setiawan, menarik dibaca ulang ketika saya sampai di kota itu.
Batu, nama kota penghasil Apel di Malang. Sebenarnya jarak tempuh Malang dan Batu itu cukup jauh, satu setengah jam perjalanan. Harusnya yang menjadi kota Apel itu batu tapi kenapa apel sebutannya jadi Apel Malang? Heran.
Apel Malang, rasanya kecut jika warnanya merah kehijauan. Jika datang ke Malang, ada beberapa jenis Apel Malang, apel hijau dari Pujon, apel merah kehijauan dari batu dan ada beberapa daerah lain di Malang menghasilkan apel. Semua jenis Apel di Malang ini, yang paling aku sukai adalah yang hijau kecil-kecil. Harganya 15-30 ribu satu kilogram.
Cerita tentang Apel ini, pernah saya dan teman saya mencoba wisata petik apel. Sungguh mengesankan saudara-saudara ternyata apel yang boleh dipetik hanya 2 buah! Kami membayar tiket seharga Rp.60.000 hahaha. Ah sudahlah, tak usah kau kenang lagi, luka batin ini.
Sayang sekali, ketika pulang aku tidak dapat mengkonsumsi apel Malang untuk terakhir kali karena Corona. Malang, kota yang cukup rekomendasi untuk ditinggali.
Dalam perjalanan, kita bisa saja menemukan banyak hal yang menjadi hikmah. Suatu tempat, biasanya menunjukkan suatu hal yang bisa membuat rindu bertamu. Malang bagiku adalah apelnya, apel malang yang menjadi alasan lain kenapa aku harus kembali, suatu hari.