Mohon tunggu...
Nisrina Sri Susilaningrum
Nisrina Sri Susilaningrum Mohon Tunggu... Guru - Great Learner

Great Learner

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[KC] Lelaki Hujan

2 Oktober 2015   23:27 Diperbarui: 2 Oktober 2015   23:28 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nisrina Sri Susilaningrum, No. 81

“Pergi kau, anak sialan! Jangan pernah kembali lagi!” bentak ayahku.

Hatiku pedih, namun airmataku tak mengalir setitikpun. Hari itu langit ikut menangis, diikuti petir yang membahana. Aku menggigil kedinginan persis di tepi jalan berlumpur. Mataku kabur oleh air hujan yang menderas, tubuhku basah kuyup. Kakiku tak kuasa melangkah, aku terduduk di trotoar. Entah sudah berapa lama aku terduduk, ketika tiba-tiba sebuah payung lebar melindungiku dari hunjaman hujan. Tangan yang kokoh membantuku berdiri dan berjalan menuju Fortuner abu-abu metalik.

Sejak saat itulah hidupku berubah, aku bukanlah aku yang dulu. Dia benar-benar mengubahku menjadi wanita yang berbeda. Seorang gadis ingusan yang penakut, peragu, dan juga sangat tidak percaya diri. Kini telah menjadi wanita yang tegas, dan juga berwibawa.

Sorang yang bukan apa-apa, berubah menjadi salah satu orang paling disegani di perusahaan. Hal yang tak berani kubayangkan, dulu. Sebagai rasa terima kasihku pada Sang Penolong, hari-hariku selalu dipenuhi oleh bisnis dan perusahaan. Tak ada waktu untuk hal-hal yang tak penting. Praktis yang ada dalam pikiranku saat ini hanyalah bisnis, perusahaan, dan dia.

Kami jarang bertemu karena memang dia orang penting, tak pernah ada waktu santai kecuali sudah ia agendakan sebelumnya. Namun meskipun orang penting, dia tak suka publikasi. Bahkan mungkin benar-benar benci. Dia pernah bilang bahwa publikasi yang telah merenggut kedua orang tuanya.

Dia selalu datang saat hujan turun. Terkadang aku berpikir, apakah selain bisa mengubahku, dia juga bisa mengubah panas menjadi hujan? Haha...pikiran yang konyol.

 Kami selalu menikmati kebersamaan dalam genggaman hujan. Hujan yang selalu menyejukkan, hujan yang menciptakan tirai magis dunia di luar sana dengan dunia kami di sini.  Ah...seandainya semua hari adalah hujan, mungkin aku akan bisa selalu bersamanya. Namun itu pikiran konyol lagi kan?

Seperti hari ini, aku duduk di teras bersama senja yang gerimis. Dia datang bersama senyum yang tak pernah lepas dari wajahnya. Wajah yang tak pernah bisa kuhapus dari pikiranku. Dia langsung duduk di sampingku dengan dua cangkir teh melati terhidang di antara kami.

“Kau selalu tahu kesukaanku, dan bagaimana kau tahu aku akan datang?” tanyanya dengan canda yang membuatku gemas. Aku hanya memandangnya, dan dia langsung terkekeh melihat raut mukaku yang sebal.

Sesaat kami terdiam, sambil menyesap sedikit demi sedikit teh melati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun