Mohon tunggu...
Nisrina Sri Susilaningrum
Nisrina Sri Susilaningrum Mohon Tunggu... Guru - Great Learner

Great Learner

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dor...!!!

26 Mei 2015   23:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:33 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14326635962066571793


Balon itu meledak di tangannya, satu.....

Balon yang lain meledak lagi, dua....

Balon yang lainnya lagi juga meledak, tiga....

Aku masih mencoba diam, namun sepertinya aku tak bisa bertahan lagi ketika seorang badut besar dengan senyumnya yang lebar, mendekatiku sambil membawa balon. Dia menyuruhku meledakkan sendiri balon warna-warni itu. Dan bersamaan dengan itu, sebuah lengkingan tinggi yang tak terasa keluar dari mulutku, mengagetkan semua orang, dan akhirnya semua gelap. Dan satu lagi yang pasti adalah, pesta ulang tahunku kacau.

Aku bangun di kamarku, dengan ayah ibu di sampingku. Kau tahu apa yang ingin kulakukan saat ini? Rasa-rasanya aku ingin menembaki kepala semua orang yang hadir di pestaku tadi. Mereka tertawa bahagia, sedangkan aku menahan diri dengan siksaan balon dan badut tadi.

“Kami minta maaf, nak, kami tak tahu kalau kau takut balon dan badut,” ayah berkata dengan lembut, sedangkan ibu hanya bisa terisak dan kuatir. Aku mengangguk lemah pada mereka.

*****

Aku berlari-lari mendekati ayah dan ibu, sambil menggenggam es krim. Tiap hari minggu pagi, kami senang berjalan-jalan ke taman kota. Ayah dan ibu duduk di bawah pohon sambil mengobrol dan membaca buku. Di taman kota, setiap hari minggu memang selalu ramai, kebanyakan dari mereka adalah keluarga kecil bersama anak-anak mereka.

Dari jauh kudengar suara seperti balon meledak, namun karena asyik bermain, aku tak memperhatikannya. Aku baru sadar, ketika sekelilingku senyap. Dan aku ngeri ketika di hadapanku, kulihat seringai seorang badut besar dengan senapan di lengannya, baju belakangnya dikaitkan dengan balon. Kulihat di sekelilingnya, orang-orang tergeletak bersimbah darah, mungkin mati, karena tak kudengar rintihan sedikit pun termasuk orang tuaku. Kemudian tanpa menunggu kekagetanku reda, dia menembak sambil menghitung......dor.....”satu”, balon satu meletus,dor..... “dua”, balon kedua meletus, dor.....”tiga”, balon ketiga meletus. Dan kemudian semua gelap.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun