Mohon tunggu...
Anisah
Anisah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Bagaimana dengan Keadaan Farmasi di Tahun yang Akan Datang?

16 Januari 2018   19:37 Diperbarui: 17 Januari 2018   00:04 1088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Krisis Asia jelas telah memberikan banyak pelajaran berharga bagi setiap orang,

terutama para pelaku bisnis. Kemampuan setiap eksekutif untuk secara cermat

mendesain, mengeksekusi, dan mengontrol strategi perusahaannya secara efisien adalah suatu keharusan. Sebagaimana Tom Peters mengungkapkan, "Change or Die!" setiap perusahaan dituntut untuk sanggup mengkontek stualisasikan eksistensinya dengan pergeseran atau pertumbuhan iklim internal dan eksternal perusahaan tanpa harus mengesampingkan upaya pencapaian sasaran dan tujuan. Kini para pelaku bisnis bersiap-siap untuk memasuki babak baru. Ketika dua tahun terakhir industri farmasi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh berbagai aktivitas "pengetatan ikat pinggang", kini tanda-tanda menuju pulihnya perokonomian Indonesia terjadi. Bahkan ketakutan terhadap terjadinya kelesuan pasar (krisis babak II) akibat terjadinya deflasi yang dibarengi menurunnya transaksi bisnis, telah beralih pada terjadinya inflasi (0.06%, Oktober 1999) yang jika dikelola dengan baik akan menuju pada perbaikan ekonomi.

Kompetisi dalam industri ini terutama didorong oleh strategi harga (pricing strategy) dan skala ekonomi (economies of scale). Bagaimanapun, secara internasional jaringan waralaba toko obat modern yang akhir-akhir ini memasuki pasar industri ritel farmasi Indonesia membawa konsep-konsep baru dalam bisnis ritel produk farmasi. Konsep-konsep pemasaran modern tersebut selain menawarkan lebih banyak jenis produk, juga layanan kenyamanan lingkungan seperti tata ruang toko (outlet) untuk mempertahankan loyalitas pelanggan. Paling tidak terdapat empat landasan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif para peritel produk farmasi, Kompetisi ini dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu di antara para pelaku konvensional seperti apotik dan toko obat, serta kompetisi di antara apotik dan toko obat besar dengan toko obat dan apotik modern. Kompetisi di antara para pemain konvensional pada dasarnya hanyalah berpatokan pada strategi harga (pricing strategy), sementara pemain besar dan modern bersaing pada basis yang lebih kompleks sebagaimana disinggung sebelumya.Krisis telah memaksa para peritel farmasi masuk ke dalam iklim kompetisi yang sangat keras. Turunnya daya beli masyarakat Indonesia akibat depresiasi Rupiah, meroketnya angka inflasi, dan meningkatnya angka pengangguran telah menyebabkan pasar menjadi lesu. Switching cost (biaya untuk berpindah kepada penyedia produk lainnya) bagi para konsumen dapat dikatakan nihil, oleh karenanya sangatlah mudah bagi para konsumen untuk mengalihkan kebiasaan membeli mereka dari produk-produk farmasi bermerek (branded) menjadi produk-produk farmasi 'kelas dua' atau bahkan beralih pada pengobatan tradisional atau jamu. Obat-obatan alternatif untuk pengobatan sendiri seperti obat Cina dan jamu menjadi semakin populer di Indonesia

Terdapat 224 produsen (pabrik) farmasi resmi di Indonesia pada tahun 1996, yang 41di antaranya merupakan perusahaan-perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) yang menguasai sekitar 16% pangsa pasar produk farmasi di Indonesia. Hal ini terjadi sebagai wujud keseriusan pemerintah Indonesia untuk mengembangkan industri ini di tanah air sekaligus menjamin peran serta bangsa Indonesia sendiri untuk berkarya di dalamnya. Diperkirakan perusahaan perusahaan yang masuk dalam kelompok 20 Besar (Top 20) menguasai sekitar 54% total penjualan di pasar

Biaya bahan baku dan produksi mencakup sekitar 60% sampai 70% dari total biaya produk  farmasi. Bahan baku impor yang mencapai lebih dari 90% total bahan baku terutama berasal dari RRC, Amerika Serikat, Eropa, dan India. Bahan baku impor ini demikian mahal dan sangat tidak mendukung kelancaran industri farmasi karena kenaikannya yang melambung setinggi 400% akibat depresiasi nilai Rupiah terhadap valuta asing. Dampak dari ketidakstabilan nilai tukar Rupiah tersebut akan bertahan cukup lama mengingat sistem  proyeksi inventori dalam industri pembuatan produk farmasi rata-rata mencapai 120 hari, yaitu 60 hari untuk production lead time dan 60 hari sisanya untuk transportasi. Di samping biaya tinggi pada bahan baku dan bahan-bahan lainnya, 25% bea masuk impor ditambah 10% pajak pertambahan nilai (PPN) juga sangat tidak mendukung aktivitas impor. Pada kuartal pertama 1998, sekitar 50% produsen farmasi domestik menghentikan operasi mereka. Sisanya memotong kapasitas produksi sampai dengan 70% dan melambungkan harga. Mereka memusatkan perhatian pada efisiensi melalui penurunan kapasitas produksi, mengurangi jenis variasi produk (product lines), memangkas anggaran promosi, dan efisiensi pada bidang sumber daya manusia. Krisis ini sangat berpengaruh pada terjadinya pergeseran keseimbangan kekuatan antara pemain lokal dan pemain global.

Dalam industri farmasi, peritel dapat dikategorikan ke dalam apotik (konvesional), toko obat (konvensional), dan apotik atau toko obat modern. Sebagai sistem warisan jaman kolonial Belanda, aktivitas ritel farmasi dimulai sekitar tahun 1930-an dan konsep apotik dan toko obat kemudian diatur secara tersendiri pada sekitar tahun 1940-an. Konsep apotik dan toko obat modern belakangan hadir sekitar tahun 1990-an awal. Konsep baru ini secara inkremental mempengaruhi dinamika industri farmasi dari cara-cara penjualan yang tradisional (berbasis pada konsep: ada resep dan ada uang, maka ada barang) menuju strategi-strategi kompetitif dan pemasaran yang modern (berbasis pada konsep manajemen strategi yang komprehensif). Apotik dikenal sebagai tempat di mana suatu layanan terhadap sejumlah besar produk farmasi dijual, baik yang siap pakai maupun yang racikan. Apotik secara ketat diatur dan diawasi berdasarkan Undang-Undang bidang Kesehatan, seperti bahwa apotik harus dijalankan dan diawasi oleh seorang apoteker sebagaimana termaktub dalam PP no.25/1980 dan UU no. 23/1992. Toko Obat adalah tempat di mana obat bebas atau OTC dijual. OTC adalah bentuk produk farmasi yang secara bebas dan luas dapat diiklankan melalui berbagai bentuk media massa, baik cetak maupun elektronik. Toko Obat juga mengalami peraturan yang sama ketatnya dengan apotik. Toko obat atau apotik modern merupakan kombinasi dari apotik konvensional dan toko obat konvensional dengan sentuhan-sentuhan modern atau Barat. Konsep ini menonjolkan kenyamanan ruang dan menawarkan berbagai produk sampingan atau penyerta dari industri farmasi seperti produk kecantikan atau perawatan tubuh (beauty care products). Biasanya tipe seperti ini merupakan jaringan luas dari sistem waralaba di bidang apotik dan hanya beroperasi di kota-kota besar seperti Jakarta.

Dengan basis keuntungan (margin) sekitar 20% sampai 35%, pertumbuhan pasar sekitar 15% sampai 20% per tahun, dan daya beli pasar mencapai sekitar 1.5 milyar pada 1996, bisnis ritel farmasi jelas sangatlah atraktif. Namun demikian, krisis yang  terjadi telah menjadikannya lebih beresiko, khususnya bagi para (calon) pendatang baru atau pemain baru yang tak memiliki dukungan finansial yang kuat. Krisis ini telah mengubah dinamika industri ini menuju kompetisi yang saling mematikan dan secara ketat melibatkan modal besar (capital extensive), namun sementara itu, daya beli pasar secara signifikan merosot tajam. Hasilnya sungguh nyata, para pemain yang kurang (tidak) profesional dan/atau tidak memiliki dukungan finansial yang kuat terpaksa harus meninggalkan gelanggang. Salah satu jaringan apotik yang berafiliasi ke jaringan apotik waralaba terbesar di Australia memutuskan untuk menghentikan operasi merek di Indonesia segera setelah krisis terjadi. Seiring dengan keruntuhan para pemain yang kecil dan yang tidak siap, beberapa pemain global seperti Apex dan Watson menunda rencana mereka untuk memasuki pasar Indonesia.

Selama krisis, masyarakat telah mulai menjadi sangat sadar harga. Pedagang oba tradisional tak resmi telah mengambil banyak manfaat melalui penyediaan produk obat-obatan di tokonya. Apotik yang pada mulanya menyerap 65% dari total penjualan obat resep cenderung meningkatkan kualitas kepuasan pelanggan mereka. Bagaimana pun, 3.500 Toko Obat (biasanya menjual obat bebas atau OTC, jamu dan obat-obatan tradisional lainnya, obat Cina, dan terkadang juga menjual obat resep secara ilegal) telah banyak mengambil manfaat dari pasar apotik. Produk-produk "kelas bawah" ini disediakan untuk melayani konsumen yang berasal dari kalangan menengah bawah dan yang sensitif terhadap perubahan harga. Kelompok konsumen ini biasanya lebih suka memaksimalkan keberadaan toko obat atau jamu yang sanggup menawarkan produknya dengan harga sekitar 20% sampai 30% lebih rendah dari apotik. Dari sisi pembeli, konsumen akan cenderung untuk bergeser ke produk barang dan jasa 'kelas dua' yang biasanya lebih murah dan lebih terjangkau harganya. Dalam persoalan industri farmasi/obat di Indonesia, pergeseran termaksud akan terjadi pada produk obat-obatan ala Barat, khususnya yang berasal dari obat dengan cap dagang asli dan obat generik yang bercap dagang (mencapai sekitar 80% dari nilai penjualan obat resep), menuju produk obat-obatan Barat yang tak bermerek atau menuju obat-obatan

tradisional seperti obat Cina atau jamu. Pergeseran dari obat bermerek (baik asli maupun generik) menuju obat-obatan generik tak bermerek membumbung tinggi dari sekedar 6% menjadi sekitar 20%. Para ahli percaya bahwa selama krisis pergeseran dari pola konsumsi obat-obatan Barat menuju obat-obatan tradisional telah pula mengubah dinamika struktur industri ini, yaitu 55% obat Barat berbanding 45% obat tradisional. Seiring dengan krisis ekonomi, harga produk obat-obatan melambung tinggi sejak Agustus 1997 dan mencapai puncaknya ketika harga obat generik yang diharusnya menjadi 'price leader'

malahan meroket sebesar 100% pada bulan Pebruari 1998.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun