Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Dari Pesta sampai Wisuda, Mobilnya Bersama Saja

12 November 2017   11:26 Diperbarui: 12 November 2017   11:33 1095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parahnya kemacetan di Jakarta memang membuat penderitanya stress luar biasa (Ilustrasi 1: interaktif.kompas.id)

 Bepergian dengan kendaraan itu hal yang biasa di Jakarta.  Pergi tanpa terjebak macet di Jakarta itu baru luar biasa.  Kemacetan sudah menjadi makanan sehari-hari penduduk ibukota dan kota besar lainnya di Indonesia.  Tapi, masakan, kita pasrah saja dengan macet yang luar biasa?

Seingat saya, 10 tahun lalu, Jakarta memang sudah macet.  Pengalaman pergi dan pulang kerja bersama adik yang sedang kuliah masih teringat jelas. Jika kami berangkat sebelum jam enam pagi, perjalanan dengan kendaraan beroda empat masih nyaman.  Masih lancar jayalah waktu itu.  Namun, berangkat setelah jam enam pagi berarti harus naik motor. 

Sekarang? Berangkat setelah Shubuh pun, pukul 4.30 atau 5 pagi pun, macet sudah beruntun.  Ampun deh!  Mau naik mobil atau motor sama saja macetnya.  Adik saya pernah berseloroh, "Di Jakarta itu enggak macetnya waktu tengah malam sampai dini hari aja, Mbak."  Dia benar. Jalan raya di Jakarta itu baru sepi antara jam 1 malam sampai jam 3 pagi.  

Saat jam berangkat dan pulang sekolah serta kerja, otomatis padatnya kendaraan membuat jalan macet total (Ilustrasi 2 : Dokpri)
Saat jam berangkat dan pulang sekolah serta kerja, otomatis padatnya kendaraan membuat jalan macet total (Ilustrasi 2 : Dokpri)
Teman saya yang sering tugas ke luar kota bercerita, dia paling suka pergi dan lebih memilih dengan pesawat paling pagi, sekalipun harus berangkat saat mengantuk berat.  Kenapa? Itu berarti dia harus tiba di airport sebelum Shubuh atau pukul 3 -- 4 pagi.  "Bebas macet.  Jam segitu, jalan ke bandara masih kosong melompong," begitu alasan logisnya.

Macet parah ternyata bukan monopoli warga Jakarta.  Sejak berdomisili di Bogor, saya merasakan langsung macet saat jam berangkat dan pulang sekolah.  Tambahkan pula saat akhir pekan ketika masih tanggal muda atau long weekend.  Jalan raya di Kota Bogor dipenuhi para wisatawan yang ingin menikmati pesona alam dan lezatnya kuliner di Kota Hujan. 

Saking parahnya macet akhir pekan, rekan kantor saya pernah bercanda, "Sekarang ke Jakarta (dari Bogor) malah lebih cepat daripada pergi di dalam Jakarta atau Bogor.  Kan Commuter Lineenggak kenal macet."  Jika lancar, jarak tempuh dari Stasiun Bogor menuju stasiun akhir seperti Stasiun Kota sekitar 1.5 -- 2 jam.  Itu sama dengan waktu dari Terminal Bis Baranangsiang di Kota Bogor ke Terminal Laladon - Dramaga di Kabupaten Bogor saat macet total.  Padahal, tanpa macet, waktu tempuh keduanya hanya sekitar 45 -- 60 menit.

Selain Jakarta, warga Bogor pun tak luput dari macet total, terutama saat long weekend (Ilustrasi 3 : Dokpri)
Selain Jakarta, warga Bogor pun tak luput dari macet total, terutama saat long weekend (Ilustrasi 3 : Dokpri)
Makanya, saya bersyukur, hanya sesekali ke Jakarta karena lokasi kerja saya setiap harinya memang di Bogor.  Kalaupun harus ke Jakarta, saya bisa fleksibel memilih waktunya sehingga dapat menghindari jam macet di Jakarta.  Saya jelas sangat bersimpati dan berempati pada penduduk Jabodetabek yang tiap hari harus pergi jam 5 pagi dan pulang jam 8 malam karena terjebak macet serta belum memadainya jumlah angkutan umum. 

Menurut pengamat perkotaan Yayat Supriyatna yang dimuat dalam Kompas.com, data rata-rata dari BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan bahwa penduduk Jabodetabek menghabiskan waktu di luar rumah selama lebih dari setengah hari (14 -- 16 jam).  Padahal, masih menurut Yayat, jarak tempuh antara kantor dan rumahnya idealnya hanya memakan waktu 1 jam saja.  Jam kerja memang normal yaitu 8 -- 10 jam.  Tapi, macet di perjalanannya itu lho, bisa  sampai (hampir) selama waktu kerjanya atau 6 -- 8 jam.

Kemacetan jelas memusingkan.  Mulai dari masalah kesehatan karena stress di jalan, keamanan karena padatnya orang dan kendaraan membuat pencopet leluasa beroperasi, hingga kerugian ekonomi hingga 5 milliar/tahun menurut data Bappenas tahun 2016 akibat kemacetan.

Para pekerja proyek kereta massal cepat atau MRT sedang mengejar target penyelesaiannya pada tahun 2018 nanti untuk menghadapi Asian Games (Ilustrasi 4: interaktif.kompas.id)
Para pekerja proyek kereta massal cepat atau MRT sedang mengejar target penyelesaiannya pada tahun 2018 nanti untuk menghadapi Asian Games (Ilustrasi 4: interaktif.kompas.id)
Masyarakat tentu saja harus mengapresiasi dan mendukung tindakan nyata pemerintah yang saat ini sedang giat-giatnya membangun sejumlah infrastruktur antara lain jalan layang dan kereta massal cepat (MRT & LRT) untuk memerdekakan Jakarta dari kemacetan.  Di lain pihak, masyarakat juga tetap harus memiliki strategi menanggulangi macet, baik secara individu maupun dalam komunitas.  Nah, berikut ini tiga cara mengantisipasi macet yang (lumayan) efektif berdasarkan sharingpengalaman yang pernah dirasakan.  Selamat membaca dan mencobanya.  

Berangkat (Jauh) Lebih Awal Sehingga Terhindar Macet Total

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun