Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Awali Berbisnis dengan Berpikir Realistis

27 Mei 2016   18:17 Diperbarui: 27 Mei 2016   18:28 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbisnis harus diawali selangkah demi selangkah yang realistis sekaligus optimis (Sumber Ilustrasi : http://www.businesssurvivalspecialist.com/realistic-and-achievable-business-goals/)

Bukan sekali atau dua kali saya ditanya para mahasiswa tentang cara berbisnis yang baik dan benar.  Seringnya saya berikan mereka buku tentang bisnis sebagai referensi.  Maksudnya agar selanjutnya mereka bisa belajar dari pengalaman orang lain yang telah sukses berbisnis.

Di satu sisi, saya senang dengan semangat dan antusiasme kaum intelektual muda tersebut dalam memulai bisnis sejak masih kuliah.  Minimal mereka telah berniat untuk membuka lapangan pekerjaan daripada sekedar memburu pekerjaan.  Bayangkan jika 50 % saja mahasiswa dari seluruh Indonesia yang saat lulus sudah memiliki bisnis. Sepertinya event job fair akan sepi ya?  Namun, di lain sisi, saya menemukan kesamaan yang cukup membuat saya miris dan khawatir dengan para mahasiswa yang sedang merintis bisnis tersebut.  Tebakan saya, mungkin karena mereka besar di zaman digital, pola pikirnya pun menjadi instan.  Kenapa saya bisa mengambil kesimpulan seperti itu?

Sejauh ini, saya masih jarang menemukan calon pengusaha yang bervisi dan misi mulia untuk tujuan jangka panjang yang lebih dari sekedar keuntungan materi.  Lho, memangnya salah jika ingin menghasilkan untung besar saat memulai usaha? Tentu saja tujuan memperoleh materi itu sah.  Tetapi, apakah berbisnis itu selalu manis?

Inilah konsep berbisnis yang saya amati sering luput dari para calon pebisnis pemula, terutama yang masih berusia muda.  Jangankan mahasiswa, para pekerja kantoran pun tak lepas dari bias pemikiran “jalan pintas” tersebut saat mengawali bisnis.  Tak puas dengan gaji sebagai karyawan perusahaan (apalagi jika bosnya menyebalkan), maka keluarlah dari kantor dengan keyakinan akan (segera) sukses sebagai pengusaha.  Kenyataan yang terjadi selanjutnya?

Ada baiknya bagi siapapun yang hendak memulai berbisnis (bisa produk maupun jasa), sila mulai dengan mindset yang realistis.  Minimal calon pengusaha itu tahu resiko apa saja yang akan dialaminya dan tahu cara menghadapinya.  Katakanlah, seseorang yang berniat memiliki usaha kuliner.  Usaha kuliner memang menghasilkan keuntungan yang berlipat dari modal awal.  Meskipun demikian, pengusaha kuliner harus paham benar bahwa perlu fisik prima dan tenaga ekstra untuk menjalankan bisnis kuliner.  Belum lagi resiko jika produk kulinernya terkena masalah yang menyangkut kebersihan seperti kasus terbaru tiramisu yang di dalamnya terdapat bangkai cicak.

Saya sering hanya bisa speechless saat ada yang bertanya, “Jadi blogger itu cepat ya menghasilkan uangnya? Per tulisan biasanya dibayar berapa sih?” Saya pun bertanya balik, “Sanggup berjam-jam duduk manis di depan komputer untuk mengetik artikel blog? Eh, tambahkan juga rajin membaca literatur referensi dan menyempatkan diri untuk datang meliput acara yang ada.”  Tambah bengong jika malah ada yang lalu bertanya, “Memangnya enggak boleh kalau copy paste ajah sumber yang ada dari browsing Google?”  Duh!

Makanya saya langsung males datang ke acara atau seminar bisnis yang diembel-embeli dengan klaim sebagai cara cepat untuk menjadi kaya.  Bisa dibaca kisah sukses para pebisnis dunia yang memang sudah merasakan langsung pahit-manis dan jatuh-bangunnya berbisnis selama bertahun-tahun.  Saya terinspirasi dengan sharing dari Hadi Wenas, CEO MatahariMall.com yang memulai bisnisnya dengan sikap dan tindakan realistis.  Alumni dua universitas ternama di AS tersebut, University of Wisconsin dan Stanford, sempat berkarir di perusahaan IT yang bergengsi yaitu Oracle sebelum pulang ke Indonesia dan mendirikan e-commerce yaitu online shop bernama Zalora Indonesia.  Kalimatnya yang saya selalu ingat saat menjadi narasumber di acara wirausaha untuk startup, “Usahakan bisnis yang kita bangun tersebut tidak sampai menyusahkan orang-orang terdekat kita.”

Pendiri Go-Jek, Nadiem Makarim juga menjadi contoh pola pikir dan tindakan realistis sebelum memulai bisnis.  Alumni (juga) 2 universitas top di Negara Paman Sam, Brown dan Harvard University tersebut sempat bekerja dahulu di perusahaan konsultan McKinsey.  Nadiem mendirikan Go-Jek tahun 2011 sambil tetap bekerja kantoran dan baru di tahun 2014 full time sebagai pengusaha setelah Go-Jek memperoleh investor.  Nah, pengalaman realistis sekaligus optimis kedua pebisnis tersebut tentu dapat dijadikan rujukan bagi pengusaha pemula agar lebih siap berbisnis.  Intinya, do what we love and love what we do for long term benefit.  Salam Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun