Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Empat Keterampilan Peduli Lingkungan Ketika Ramadan

15 April 2021   14:20 Diperbarui: 15 April 2021   14:37 1380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulan Ramadan dapat meningkatkan empati kita dalam melestarikan lingkungan (Ilustrasi: unsplash.com/Dmitry Dreyer)

Tak heran, bahan baku masakan yang termasuk impor tak jadi masalah selama harganya murah-meriah. Padahal, pangan impor meninggalkan jejak karbon (carbon footprint) yang tinggi dari negara tempatnya diproduksi untuk sampai ke Indonesia.

Jejak karbon (karbondioksida) itulah yang menyebabkan perubahan iklim, terutama memanasnya suhu bumi.  Jika kita membeli bahan pangan lokal dari Indonesia untuk memasak, maka emisi karbon akan jauh berkurang.

Maka Ramadan ini pun buah-buahan lokal menjadi prioritas utama saat membuat jus maupun cake buah. Contohnya seperti Apel Hijau Malang dan Nanas Madu Subang yang tak kalah sedapnya saat diolah sebagai sop buah dan juga selai kue nastar.

Pangan lokal sumber karbohidrat lainnya yang bisa diolah sebagai bahan kolak dan gorengan untuk berbuka selain singkong dan ubi jalar yaitu Ubi Cilembu, kimpul, gembili, ganyong, dan masih banyak lagi lainnya. Selain ramah lingkungan, pangan asli Indonesia ini juga ramah sosial karena mendukung perekonomian petani lokal yang menanamnya.

 

Buah tomat yang dipanen dari pekarangan rumah tentu lezatnya lebih bermakna (Ilustrasi: unsplash.com/Elaine Casap)
Buah tomat yang dipanen dari pekarangan rumah tentu lezatnya lebih bermakna (Ilustrasi: unsplash.com/Elaine Casap)

3. Membuat kompos dari sampah organik

Selama ini, saya baru sebatas memanfaatkan makanan sisa untuk diberikan ke hewan peliharaan dan ternak. Sayangnya, sampah seperti daun dan kayu kering serta kulit buah plus sayur seusai dikupas dan sisa kopi juga teh tentunya tak bisa dikonsumsi hewan tersebut sehingga harus terbuang percuma di tempat sampah.

Sementara itu, setiap hari sebuah rumah tangga pasti menghasilkan sampah organik yang terutama berasal dari proses pengolahan masakan dan minuman, khususnya dengan peningkatan volumenya selama Ramadan. 

Menurut laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2018), jenis sampah yang dihasilkan di Indonesia ternyata didominasi oleh sampah organik yang mencapai sekitar 60%.

Proses pengomposan sampah organik tersebut dapat mengurangi timbunan sampah di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Tragedi bencana longsor di TPA Leuwigajah-Jawa Barat pada Februari tahun 2005 lalu terjadi karena gunung sampah yang rontok setelah diguyur hujan deras dan tingginya kadar gas metan sebagai hasil dari pembusukan sampah organik.

Kita pastinya tak ingin kejadian tragis tersebut terulang kembali. Jika setiap keluarga di Indonesia mengompos sampah organiknya, bayangkan betapa banyak pupuk alami yang bisa dihasilkan untuk menyuburkan tanaman sebagai gantinya pupuk kimia.

Sebelum Ramadan tahun 2021 ini, saya sempat  menghadiri webinar tentang pengolahan sampah. Ternyata mengompos sampah itu mudah lho dan (sangat) terjangkau biayanya karena kita bisa memanfaatkan alat dan bahan yang ada di rumah seperti ember bekas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun