Mohon tunggu...
Khumairotun Nisa
Khumairotun Nisa Mohon Tunggu... Jurnalis - Current student in University of Jember

Faculty of engineering, Urban and Regional Planning

Selanjutnya

Tutup

Money

Kemiskinan, Multiface Fenomena

22 Oktober 2019   22:36 Diperbarui: 23 Oktober 2019   18:18 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kemiskinan bukan lagi hal yang tabu untuk dibicarakan. Kemiskinan sudah menjadi permasalahan global yang gempar dibicarakan dalam berbagai event maupun conference di berbagai dunia. Kemiskinan tidak pernah absen dari pembahasan global, tentang apa faktor yang memunculkan kemiskinan hingga bagaimana cara membantu Negara yang memiliki masalah kemiskinan yang cukup parah. Ini berarti bahwa, kemiskinan menjadi tantangan terbesar bagi masyarakat global.

Terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagiamana tercantum dalan UUD 1945 merupakan cita-cita bangsa sedari awal Indonesia merdeka hingga sekarang. Program-program pembangunan selalu dilakukan dalam upaya pengentasan kemiskinan, karena bermaksud untuk kesejahteraan masyarakat. Namun seperti yang tadi dibicarakan, kemiskinan tidak akan ada hentinya dibicarakan karena masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus menjadi masalah yang berkepanjangan (Ritonga 2004).

Chambers dalam Nasikun (2001) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu : 1) Kemiskinan (poverty), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis.

Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, teatpi juga banyak hal lain, seperti : tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri.

Sebagai salah satu contoh kemiskinan yang sedang terjadi di Indonesia adalah masalah kemiskinan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Didapat dari data BPS Provinsi NTT, pada Maret 2019 presentase kemiskinan naik sebesar 0,06% terhadap bulan September 2018. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2019 sebesar 1.146,32 ribu orang, meningkat 12,21 ribu orang terhadap September 2018.

Dalam analisis data fisiografis yang di dapat dari  BPS, secara klimatologi Provinsi NTT memiliki curah hujan yang rendah sehingga lahan di wilayah tersebut pada umumnya kering dan tandus .  Padahal sektor pertanian yang sebesar 95,3 persen masih memegang peran yang besar dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat masih mengandalkan pertanian sebagai profesi maupun sumber produksi dan konsumsi.

Pada tahun 2018 terjadi penurunan sebesar 24% dari jenjang pendidikan SD/MI menuju ke jenjang SMP/MTs. Yang awalnya sejumlah 116,58 jiwa yang menjalani pendidikan jenjang SD/MI menjurun menjadi sebanyak 88,51 jiwa yang menjalani jenjang pendidikan SMP/MTs. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan  di Provinsi NTT masih rendah.

Pada contoh yang lain, didapatkan sebuah fakta bahwa sebesar 20% penduduk miskin di Amerika Serikat lebih kaya dibandingkan dengan Negara kaya yang lain. Fakta ini di dapatkan dari sebuah studi oleh Just Fact yang memperhitungan semua pendapatan, pengeluaran, amal, subsidi perumahan, dan food stamps.

Dari studi ini dapat disimpulkan bahwa 20% penduduk termiskin Amerika mengkonsumsi lebih banyak barang dan jasa dibandingkan dengan rata-rata Negara kaya lainnya. Ini termasuk juga Negara-negara bergengsi yang tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Jika saja penduduk miskin Amerika adalah suatu Negara maka bisa menjadi salah satu Negara terkaya.

Bagaimana bisa demikian? Apa bedanya kemiskinan yang terjadi di NTT dengan kemiskinan yang terjadi di Amerika?

Amerika adalah salah satu Negara Super Power yang menjadi Negara terkaya nomor urut 12 dengan PDB perkapita USD 162,152 atau Rp 880,45 juta pertahun. Sedangkan Indonesia merupakan Negara yang masih dalam tahap berkembang yang bahkan tidak masuk dalam tiga puluh besar negara terkaya di dunia menurut data keluaran IMF. Hal ini menjelaskan bahwa tolak ukur kemiskinan relatif dalam suatu Negara, bukan antar Negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun