Mohon tunggu...
Nisa Azizah
Nisa Azizah Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Lahir di Pacitan dan tertarik untuk belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebijakan Kalau Tidak Dipahami Tidak Jadi Bijak

24 November 2020   22:38 Diperbarui: 24 November 2020   23:00 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tidak semua lapisan masyarakat teredukasi dengan baik mengenai COVID-19. Meskipun hal ini terkesan tidak mungkin, tapi hal seperti ini memang benar-benar terjadi. Pemberitaan-pemberitaan di media sosial atau televisi tidak cukup efektif menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Penyebabnya karena informasi yang terlalu banyak dan beragam ataupun tidak semua orang mempunyai faslitas akses informasi yang memadai.

COVID-19 merupakan virus corona jenis baru yang muncul di Wuhan, China pada akhir tahun 2019. Virus yang disebut SARS-COV-2 memiliki kemiripan dengan keluarga virus yang menyebabkan SARS dan virus influenza biasa. Virus ini menyebar melalui tetesan kecil (droplet) dari hidung atau ulut saat bersin atau batuk. 

Selanjutnya apabila droplet ini tersentuh kemudian tangan yang digunakan untuk menyentuh megusap mulut, hidung, atau mata, orang tersebut dapat terinfeksi virus corona ini. Transmisi COVID-19 sangat cepat dan penyebarannya massif ke berbagai negara di dunia sehingga World Health Organization (WHO) secara resmi mendeklarasikannya sebagai pandemi pada tanggal 9 Maret 2020.

Kasus COVID-19 diumumkan pertama kali di Indonesia pada awal Maret 2020. Hal ini ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya berbagai kebijakan oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga masyarakat guna memutus mata rantai penyebaran corona seperti misalnya penerapan protocol isolasi mandiri dengan mengalihkan aktivitas bekerja dan belajar dari rumah. 

Upaya lain yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia seperti halnya imbauan kepada masyarakat agar melakukan physical distancing, menjauhi segala bentuk akivitas yang menghadirkan kerumunan, dan menghindari pertemuan yang melibatkan banyak orang, selalu menggunkan masker ketika bepergian dari rumah, dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan cuci tangan pakai sabun (CTPS) dan melakukan olahraga rutin. 

Meski demikian, sebagaimana yang disebutkan dalam Jurnal Kependudukan Indonesia, meski himbauan protokol isolasi mandiri telah disosialisasikan, implementasi di lapangan masih menjadi tantangan mengingat kebijakan seperti ini jauh dari cerminan budaya di masyarakat.

Sebagaimana dikutip dari www.covid19.go.id website resmi untuk COVID-19 di Indonesia per tanggal 10 November 2020 tercatat sebanyak 444.348 kasus terkonfirmasi dengan jumlah kasus sembuh sebanyak 375.741 kasus dan kasus meninggal sebanyak 14.761 kasus. Keadaan seperti ini tentu harus disikapi dengan bijak. 

Di samping meminta masyarakat untuk mematuhi berbagai kebijakan guna memutus rantai penyebaran corona ini, harus ada langkah-langkah lainnya yang akan membuat masyarakat memahami dan merasa terangkul dengan keberadaan berbagai kebijakan yang dibuat alih-alih merasa terpaksa dan berakhir tidak mau patuh.

Mengingat kasus COVID-19 di Indonesia tidak terhitung baru, pada kenyataannya masih ada segelintir orang yang belum tahu, utamanya orang-orang berusia lanjut atau orang-orang yang tinggal di pedesaan. Fakta ini menunjukan bahwa kebijakan yang beraneka ragam dari pemerintah ini berhenti pada kebijakan yang tidak dikenali. 

Adanya suatu kebijakan, utamanya yang mengharuskan pemahaman dan pelaksanaan oleh masyarakat tentu harus didukung dengan adanya sosialisasi dan edukasi agar masyarakat menjadi tahu dan mawas. Tidak melulu melakukan hal-hal tanpa tahu apa tujuannya sehingga pada pelaksanaannya tidak efektif, atau justru tidak tahu sama sekali dan berakhir dengan tidak patuh setiap hari. Pemahaman oleh masyarakat sendiri akan berdampak pada kesadaran mereka dalam mengikuti arahan dari kebijakan yang telah diterapkan pemerintah sejauh ini. 

Spanduk atau banner sebagai media sosialisasi soalah mampu menjawab persoalan ini. Hal ini dikarenakan spanduk di samping mampu menyampaikan pesan kepada masyarakat secara langsung, pelaksanaanya tidak perlu menghadirkan orang-orang dalam satu tempat sosialisasi yang melahirkan kerumunan. Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Dengan langkah ini tujuan edukasi kepada masyarakat tercapai dan kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah tetap terlaksanakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun