Mohon tunggu...
Retno Wahyuningtyas
Retno Wahyuningtyas Mohon Tunggu... Human Resources - Phenomenologist

Sedang melakoni hidup di Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Generasi Milenial dan Bahaya Laten Kesehatan Mental

24 Juni 2019   14:04 Diperbarui: 26 Juni 2019   13:30 904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
theatlantic.com/Caitlin Cadieux

Suatu sore, saya dan salah seorang teman sedang mendiskusikan suatu topik pembicaraan yang sedang marak yakni kesehatan mental. Sebagai generasi 1990-an dan menjadi generasi langgas anak kandung revolusi teknologi; kami sungguh mengagumi dampak positif teknologi yang turun mendorong manusia untuk mengetahui pelbagai informasi tentang diri secara literer, dengan akses tanpa batas.

Di awal tahun 2010, beberapa platform literasi yang digagas oleh sekelompok orang, hanya segelintir saja yang berani untuk memublikasi dan mendokumentasikan pengalaman dirinya sebagai seseorang yang mengalami dan menjalani hidup sebagai orang dengan gangguan kesehatan mental.

Meski banyak stigma miring, mereka tetap tidak malu untuk mengakui keadaan dirinya sendiri. Melawan stigma bahwa gangguan kejiwaan bukanlah suatu kejahatan, dan bukan aib yang harus terus-menerus disembunyikan.

Jauh sebelum Youtube menduduki puncak kejayaan, Marshanda telah mendaulat dirinya sebagai orang dengan gangguan kesehatan jiwa yakni bipolar. Pada saat itu, penerimaan masyarakat tentu berbanding terbalik dengan mempersepsikan Marshanda sebagai orang "tidak waras" persis seperti masayarakat awam memperlakukan ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) atau lebih awam disebut orang gila.

Hal ini merupakan titik pengejawantahan yang menandai bahwa pada saat itu isu kesehatan mental tidak banyak diulas, pengetahuan tentang kesehatan mental hanya tersebar dengan pengertian yang awam; belum sampai pada pola hingga dinamika kesehatan mental yang ternyata memiliki tipikasi yang beragam dan berpotensi terjadi pada setiap manusia.

Menurut pengakuan teman saya yang merupakan pegiat literasi ini, menyebutkan bahwa pada masanya, ada satu dua orang yang mulai memperkenalkan jenis gangguan kejiwaan yang dituliskan dalam suatu media penulisan online. Salah satunya adalah upaya menyakiti diri sendiri atau dikenal dengan self harm, selanjutnya diketahui bahwa isu mengakhiri diri sendiri/ suicide belum banyak dipublikasi.

Hal ini lebih disebabkan karena mitos; ketakutan bahwa masyarakat akan mudah tertular penyakit jiwa ini dan cenderung ingin melepaskan permasalahan dengan cara yang tidak tepat. Belum lagi masyarakat berpandangan bahwa tindakan menyakiti diri sendiri merupakan aib dan dosa (pandangan relijius) sehingga tidak dibenarkan untuk didokumentasikan ataupun didiskusikan. Sehingga minim tulisan yang mendeskripsikan tentang tindakan ini, mitos yang berkembang turut menekan dan mengontrol upaya pencatatan.

Secara sosiologis, keluarga maupun masyarakat yang menjadi "unit rotasi" tempat di mana seseorang tinggal secara impulsif sangat reaktif menolak untuk mengakui ataupun menerima anggota keluarga dengan kondisi memiliki gangguan kesehatan mental. Mereka akan disembunyikan, dikurung, dirantai, dipasung, atau dikirimkan kepada rumah sakit jiwa yang berada jauh dari rumah. Kemudian identitas sosial mereka disamarkan bahkan dihilangkan sehingga ini menyalahi kodrat terhadap penciptaan atas manusia; bahwa manusia yang sakit seharusnya diberikan pengobatan.

Institusi pendidikan tidak memberikan banyak wawasan, karena pengetahuan terhadap kesehatan mental hanyalah menjadi tugas bagi para pemelihara moral seperti keluarga, pemuka agama, guru, dan sebagainya. Sehingga dalam level sekolah, tidak diajarkan ilmu-ilmu yang mengacu tentang kepekaan batin ataupun informasi tentang gangguan kesehatan mental.

Apa yang Terjadi Selanjutnya?
Dua tahun belakangan yakni 2017 hingga 2018, kami berdua mengidentifikasi beberapa orang publik figur Indonesia yang mulai memperkenalkan isu kesehatan mental di media sosial personal. Memperkenalkan bahwa "itu" merupakan sesuatu fase normal dalam perkembangan hidup manusia. Karena tidak hanya dialami oleh perseorangan, maka ia merupakan fenomena yang perlu ditanggung bersama; sebagai bagian dari hidup sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun