Mohon tunggu...
Nio  mazid
Nio mazid Mohon Tunggu... Guru - mahasiswa unisnu jepara

nama : nio mazid saputro tmpt tgl lahir : jepara, 13 juni 2000

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Karakteristik Kompetensi Guru Sekolah Inklusi

19 Mei 2021   14:00 Diperbarui: 19 Mei 2021   14:09 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

       Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia tanpa terkecuali. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak termasuk siswa berkebutuhan khusus. Di Indonesia siswa berkebutuhan khusus dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler dalam setting sekolah inklusi yang secara legal formal sudah diakomodir dalam Undang-Undang pasal 31 dan secara spesifik diatur dalam Permendiknas Tahun 2009 nomor 70. Pendidikan inklusif ini menjadi langkah progresif dalam menopang kemajuan pendidikan siswa berkebutuhan khusus agar potensi yang dimiliki dapat berkembang dengan baik.

     Kompetensi guru adalah kemampuan mengelola pembelajaran siswa-siswi berkebutuhan khusus yang terdiri dari : (1) Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif pada guru seperti mengetahui cara mengidentifikasikan kebutuhan belajar dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap siswa-siswi berkebutuhan khusus sesuai dengan kebutuhan dan fase perkembangannya. Guru perlu mengetahui latar belakang sosial ekonomi, keluarga, tingkat intelegensi, hasil belajar, kesehatan, hubungan interpersonal, kebutuhan emosional, sifat kepribadian siswa. (Soetjipto, 2007), (2) Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki guru dalam melaksanakan pembelajaran seperti memiliki pemahaman tentang karakteristik dan kondisi siswa-siswi berkebutuhan khusus, agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien. Guru perlu memahami gangguan dan kemampuan belajar siswa (Mash, 2010), (3) Kemampuan (skill), yaitu sesuatu yang dimiliki oleh guru dalam melaksanakan tugasnya seperti memodifikasi kurikulum yang sesuai dengan kemampuan siswa-siswi berkebutuhan khusus, memilih metode yang sesuai dalam menyampaikan materi, serta mampu memilih atau membuat alat peraga sederhana untuk memberi kemudahan belajar kepada siswa-siswi berkebutuhan khusus. (4) Nilai (value), yaitu suatu standar perilaku yang diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang, seperti standar perilaku jujur, terbuka, demokratis, dan penghargaan terhadap perbedaan kondisi individual siswa-siswi berkebutuhan khusus, (5) Sikap (attitude), yaitu perasaan (senang/tidak senang, suka/tidak suka) atau reaksi terhadap pembelajaran siswa-siswi berkebutuhan khusus. (6) Minat (interest), yaitu kecenderungan guru untuk mempelajari atau melakukan pembelajaran bagi siswa-siswi berkebutuhan khusus. (Garnida, 2015 dan Mulyasa, 2013).

      Guru memiliki beban tugas yang berat, tidak hanya bertanggung jawab kepada peserta didiknya, tapi juga kepada negara seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Guru memiliki peran sentral dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Maka dari itu guru harus menguasai empat kompetensi guru.

  • Kompetensi Pedagogik

     Pedagogi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ilmu pendidikan, ilmu pengajaran . Secara etimologi, Paedogogie yang berarti: “Seni pembelajaran anak” suatu istilah berasal dari bahasa Yunani “paid” yang berarti “anak” dan “agogos” berarti “membimbing”. Maka pengertian tersebut mempunyai makna secara khusus yaitu: “Seni dan ilmu membelajarkan anak”. Secara defnitif, pendidikan (paedagogie) diartikan oleh para tokoh pendidikan sebagai berikut:

  • John Dewey: Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesame manusia.
  • Langeveld: mendidik adalah mempengaruhi anak dalam usaha membimbing agar menjadi dewasa. Usaha membimbing adalah usaha yang disadari dan dilaksanakan antara orang dewasa dengan anak yang belum dewasa.
  • Hoogeveld: mendidik adalah membantu anak agar cakap menyelenggarakan tugas hidupnya atas tanggung jawabnya sendiri
  • Rousseau: pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa anak akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.
  • Ki Hajar Dewantara: mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya

      Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka mendidik adalah membantu anak dengan sengaja (dengan jalan membimbing, membantu, memberi pertolongan) agar ia menjadi manusia dewasa, susila, bertanggung jawab, dan mandiri. Sedangkan yang dimaksud dengan dewasa ialah dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri secara pedagogis, biologis, psikologis, dan sosiologis.

  • Kompetensi Kepribadian    
  •   Kompetensi guru adalah kemampuan mengelola pembelajaran siswa-siswi berkebutuhan khusus yang terdiri atas aspek pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat, sebagai seperangkat tindakan yang cerdas, penuh tanggung jawab, yang dimiliki guru sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas guru (Kepmendiknas No. 045/U/2002 dalam Garnida, 2015). Komptensi yang harus dimiliki dalam proses pembelajaran di kelas untuk mencapai optimalisasi pembelajaran meliputi pengetahuan (knowledge), pemahaman (understanding), kemampuan (skill) dan Nilai (value) sikap (attitude), Minat (interest). Dalam hal ini terkait Kompetensi Guru yang berkualitas memiliki tujuh domain utama yaitu domain student, content, assessment, instruction, learning environment, collaboration communication dan professional.
  • Kompetensi Sosial
  •    Kompetensi sosial menurut Usman (2009: 14) adalah suatu hal yang menggambarkan kualifkasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun kuantitatif. Kemampuan kualitatif seseorang adalah kemampuan sikap dan perbuatan seseorang yang hanya dapat dinilai dengan ukuran baik dan buruk. Sedangkan kuantitatif adalah kemampuan seseorang yang dapat dinilai dengan ukuran (terukur). Pada satu sisi sistem pendidikan inklusif ini menguntungkan bagi siswa ABK, namun di sisi yang lain sistem ini menyulitkan bagi guru reguler, dikarenakan guru belum memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam membelajarkan siswa ABK. Keadaan ini mengakibatkan siswa ABK terlihat tidak dididik sesuai kebutuhannya dan siswa ABK dibiarkan terlantar. Siswa ABK yang masuk ke sekolah regular terdiri dari semua jenis kelainan, termasuk siswa tunarungu. Siswa tunarungu menurut Morees sebagimana dikutip oleh Winarsih (2007: 22) mengemukakan bahwa siswa tunarungu adalah siswa yang mengalami hambatan pendengaran ringan hingga sangat berat, yang berdampak kepada kemampuan berbahasa dan berkomunikasi. Interaksi dan komunikasi yang tidak efektif antara siswa tunarungu dengan guru, dan siswa tunarungu dengan siswa lainnya yang mendengar, mengakibatkan hasil belajar siswa tunarungu tidak optimal.
  • Kompetensi Profesional

         Setiap anak yang menjalani proses pendidikan di sekolah dan sudah duduk dibangku SMA atau bahkan sudah menjadi mahasiswa, tentu   sebelumnya telah melewati jenjang pendidikan di tingkat sekolah dasar. Dengan demikian sekolah dasar adalah fondasi bagi pendidikan selanjutnya. Dengan memahami kondisi ini, maka betapa penting memberikan pelayanan pendidikan yang sebaik-baiknya di tingkat sekolah dasar (SD) dan berusaha mengembangkan potensi anak dengan sebaik-baiknya.

Proses pembelajaran yang memerlukan perhatian bukan hanya proses pembelajaran reguler saja, namun juga perlu diperhatikan proses pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus. Deklarasi dunia tentang Pendidikan Inklusi menuntut tanggap kerja semua komponen pada lembaga pendidikan untuk melaksanakan tugas melayani anak, khususnya anak  berkebutuhan khusus. Inklusi sering diartikan mengikut sertakan anak berkebutuhan khusus di kelas umum dengan anak lainnya. Inklusi berarti mengikut sertakan anak berkelainan seperti anak yang memiliki kesulitan melihat,mendengar, tidak dapat berjalan, lamban dalam belajar. Secara lebih luas inklusi juga berarti melibatkan seluruh siswa tanpa kecuali seperti:

  • Anak yang menggunakan bahasa ibu, dan bahasa minoritas yang berbeda dengan bahasa pengantar yang digunakan di dalam kelas, dan atau berbeda dengan bahasa yang digunakan di dalam buku-buku pelajaran dan bacaan yang digunakan.
  • Anak yang beresiko putus sekolah karena korban bencana, konflik, bermasalah dalam sosial ekonomi, daerah terpencil, atau tidak berprestasi dengan baik.
  • Anak yang berasal dari golongan agama atau kasta yang berbeda

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun