Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Renungan tentang Manusia, Tuhan, dan Alam Semesta

6 Juli 2012   03:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:15 2915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sekali ini saya hendak mengajak Anda merenungi tentang manusia, tuhan dan alam semesta. Pesona alam semesta secara nyata menghadirkan paradoks bahagia dan duka. Lalu bagaimana kedudukan manusia, tuhan dan alam semesta? Mari renungkan dengan rasa bahagia tak terkira.

Hidup adalah keindahan tak terkata. Sepanjang kita masih hidup, hidup masih indah adanya. Oleh sebab itu dengan susah-payah hidup itu dipertahankan dengan segala cara. Berbagai upaya dilakukan demi menjaga hidup tetap ada. Jika sakit dan ajal menjelang tiba, maka dicarilah obat pencegahnya.

Manusia memiliki kebebasan tanpa batas untuk menikmati dunia. Dunia begitu memesona manusia secara sempurna. Suka dan duka adalah hanya sebagai pewarna ragam pesona. Silih berganti suka dan duka mengisi hidup manusia. Namun senyatanya tetap saja bahagia lebih banyak menghampirinya. Duka hanya sebagai selingan untuk hadirnya suka.

Namun kehidupan manusia adalah paradoks paling menyengsarakan manusia. Ketika hidup mendekati maut tanpa kita rasa, di situlah titik pertanyaan tentang arti hidup mengemuka. Masa hidup manusia yang begitu pendek menimbulkan tanya, derita, dan bahkan asa. Keindahan dunia begitu membuat manusia terlena. Hingga rentang usia seratus tahun pun tak akan terasa lama.

Demi memuasi diri agar harapan indah tetap terjaga, maka manusia mereka-reka tentang hidup yang kedua. Manusia berharap hidup setelah mati raga. Atau mentasbihkan ‘jiwa' sebagai esensi abadi tak pernah mati, kekal, abadi selamanya.

Dengan memahami keabadian jiwa itu manusia sedikit berkurang rasa takutnya, asa tetap terentang tanpa jeda. Ada harapan yang diciptakan sendiri tentang kehidupan setelah hidup di dunia - yang dinamai here after, akhirat, akhir dari perjalanan manusia.

Paradoks manusia berlaku sempurna. Manusia mengingkari masa hidupnya dan kematian dan ingin hidup seperti di dunia tergambar sempurna. Penerimaan kematian akhir hidupnya selalu disertai harapan adanya hidup selanjutnya. Dihapuskanlah oleh manusia kemungkinan berakhirnya hidup di dunia sebagai akhir dari segalanya. Selalu asa tentang hidup abadi ditambatkan dalam harap paling tinggi umat manusia. Ini sungguh indah bagi manusia.

Harapan akan hidup setelah mati di dunia dan adanya balas surga dan neraka adalah ajaran paling memesona. Keyakinan ini mewarnai hidup manusia yang begitu indah penuh warna. Pertanyaan mencari jawab hakikat perjalanan hidup menemui muaranya. Hingga keyakinan itu mendamaikan gejolak dan paradoks hidup singkat manusia.

Dalam keingintahuan itu muncul pertanyaan tentang kekuatan lain di luar manusia - dengan ketakutan akan masa depan yang gulita - menciptakan Kuasa paling perkasa. Kuasa di luar batas kemampuan manusia. Kuasa itu harus dimiliki oleh yang tidak terbayangkan, tidak terhingga, tidak terbatas oleh apapun juga. Juga tidak tergambarkan oleh pikir dan nalar manusia.

Maka muncullah Tuhan yang Maha Kuasa dalam konsep hidup manusia. Tuhan adalah muara akhir bagi semua jawaban dangkal tentang manusia dan alam semesta. Begitulah hikayat manusia, tuhan dan alam semesta.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun