Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kopi Toraja, Gayo, Bali, Kenikmatan Sebuah Imajinasi

24 November 2012   06:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:45 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku penikmat kopi. Kopi pekat. Kopi pahit. Tanpa gula. Kopi bergula bukanlah kopi sesungguhnya. Hilang sudah rasa kopi, aroma magis kopi jika gula ditambahkan dalam secangkir kopi. Lalu apa arti kopi bagiku? Kopi bagiku sungguh memberi arti luar biasa. Ketika aku mengunjungi suatu daerah, maka kopi menjadi suatu hal yang aku nikmati sebagai persembahan tanah itu. Walaupun kita tahu kopi paling banyak variannya ya cuma berasal dari jenis Arabica, Robusta, dan Hibrida spesifik turunannya.

Kopi tak sekedar minuman. Kopi lebih kepada imajinasi. Kopi dihubungkan dengan nama-nama daerah tempat kopi itu tumbuh. Maka lahirlah kopi Toraja. Keindahan alam Toraja menghasilkan imajinasi kopi enak. Kemasan pun dibuat menarik dengan sentuhan khas Toraja. Lalu di bagian utara pulau Sulawesi lahirlah kopi Kotamobagu yang terkenal itu. Perlakuan itu diberikan kepada semua jenis kopi di Indonesia.

Imajinasi terhadap kopi terus berlanjut. Di mana kopi itu tumbuh di situlah dibangun pesona, rasa, dan pengenalan khas daerah itu. Maka dikenallah kopi Gayo yang harum. Lalu ada kopi Mandailing yang terkenal itu. Di tempat lain kopi yang tumbuh di pegunungan Wamena memberikan imajinasi liar tentang rasanya. Kopi Wamena memberi makna melebihi rasa sesungguhnya. Rasa ekslusif, jauh dan istimewa terbentuk di dalam kopi.

Di Bali lahirlah kopi Bali yang eksotis seeksotis pulau Bali. Di tetangga pulau Bali, pulau Jawa menghasilkan Java atau kopi Jawa sejak zaman penjajahan Belanda. Maka sisa-sisa kejayaan minum kopi Java masih bisa dirasakan di salah satu pojok di Jalan Cikini sekarang. Di situlah salah satu tempat di Jakarta menikmati kopi.

Selain itu di Bedono, Jawa Tengah ada satu Café Eva yang sangat terkenal sejak zaman Belanda. Uniknya pemilik café itu menanam sendiri kopi di tempat itu. Eksklusivitas dan penyajian kopi tak berubah sejak zaman penjajahan Belanda. Tempat itu menjadi lebih menarik karena menjadi tujuan persinggahan Kereta Api Bergerigi di Dunia jalur Ambarawa-Bedono yang legendaris.

Di kota manapun, dari Papua sampai Aceh, dari Timor sampai Sulawesi Utara, tergambarlah imajinasi tentang kopi. Maka rasa yang nyaris sama menjadi berbeda ketika suasana dan imajinasi tentang kopi dilekatkan dengan tempat, waktu dan bahkan kemasan. Kopi telah membentuk kebudayaan dan menjadi budaya karena lebih pada imajinasi.

Kopi luwak, kopi manis, kopi bercampur setengah jagung dan beras telah menghancurkan rasa asli kopi di mana pun. Kopi yang asli adalah kopi yang murni sebagai kopi. Kopi di pasaran bukanlah kopi sebenarnya. Kopi di pasaran tak lain tak bukan hanya minuman biasa tanpa imajinasi eksotis di dalamnya. Nikmatilah kopi dalam kemurniannya, tanpa gula, tanpa krim. Di situlah akan terasakan rasa kopi yang sebenarnya! Selamat menikmati kopi dalam imajinasi paling eksotis! Kopi adalah persembahan alam paling luar biasa untukku.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun