Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Indah Wanita Jelita (10)

7 Desember 2012   10:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:03 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Sri... kamu itu cantik jelita. Menarik. Matang. Kamu harus lepas dari suamimu Raden. Kamu harus mandiri!" kata Vivi yang terngiang di kepalaku.

Aku harus akui kini aku tengag di persimpangan kehidupan. Aku telah memutuskan berpisah dengan suamiku, namun aku tengah dalam keadaan dan diliputi sejumlah keraguan.

Dalam rangka mencari jawaban akan kegalauan hidup ini, aku berusaha mencari sesuatu yang baru. Aku mencoba untuk bisa terlepas dari rasa kuatir ketika aku harus hidup seorang diri. Salah satu sahabatku Linda sukses besar setelah dia bercerai dengan suaminya. Baby juga demikian. Semua sukses setelah bercerai dengan suaminya. Semua teman-temanku itu juga korban dari keegoisan laki-laki. Kini aku dalam persimpangan. Proses perceraian tengah berjalan namun rasa ragu dan ketakutan untuk hidup sendiri tetap menghantui.

"Kamu pikir perempuan hidup sendiri gampang? Gara-gara Linda dn Baby kamu berniat cerai dariku!" kata suamiku suatu ketika.

Kadang aku merenunginya. Namun timbul pertanyaan dalam diriku tentang bagaimana dan apa sukses itu. Itu yang membuat aku menghadiri seminar ini.

Dentang jam pukul 09:30 berbunyi aku bergegas meninggalkan tempat itu bersama Niko. Aku sadar ada yang tak beres kenapa harus secepat ini kami meninggalkan ruang seminar. Aku yang mengajak Niko ikut seminar tentang sukses ini. Ini kali pertama aku mengikuti seminar tentang orang-orang sukses. Yang aku tahu prolog dari semua yang diceritakan adalah sukses dalam arti mengeruk uang sebanyak-banyaknya.

"Ingat kan kamu apa yang aku bilang tentang seminar. Seminar selalu hanya membicarakan esensi umum dan bukan spesifik. Semua persoalan hidup bisa selesai di seminar. Semua masalah. Namun senyatanya hidup bukan seminar, dan terdapat perbedaan mendasar. Hidup bukan sesuatu yang tergambar di seminar. Dalam seminar yang dibicarakan hanya tataran ideal suatu masalah!" jelas Niko.

"Itulah alasannya kenapa semua pertanyaan bisa dijawab oleh pembawa seminar, motivator. Terlebih setiap pertanyaan dijawab oleh motivator secara umum; tidak khas. Dan yang lebih parah lagi, sesuai pengamatanku, kita tak bisa men-challenge jawaban motivator!" tambahku.

"Iya. Apapun jawaban sang motivator dianggap kebenaran. Titik. Enak sekali motivator itu ya hehhehe," timpalnya.

Aku juga masih ingat apa yang dikatakan Niko dulu tentang kehidupan. Esensi hidup bukan tentang banyaknya uang yang kita keruk. Esensi hidup bukan tentang seberapa besar jumlah rumah, tanah, mobil dan deposito yang kita punyai. Dalam setiap rupiah yang mengisi kantong kita, dalam setiap lembar ribuan yang masuk rekening kita, sedemikian besar dan banyak keringat yang bercucur dari orang lain yang kita tak tahu.
Nasi yang kita makan di meja adalah proses ribuan jam kerja dari manusia yang kita kenal. Baju yang kita kenakan adalah cucuran keringat ribuan orang mulai dari pemetik kapas di dataran tandus India, sampai penjual benang di Pasar Jatinegara. Mobil yang kita kendarai adalah hasil karya milyaran jam peradaban manusia. Kita semua seolah lupa bahwa keberadaan kita ditentukan dan ditopang oleh jutaan manusia dari beraneka suku, bangsa, agama, negara dan keyakinan yang kita tak pernah tahu. Rasanya tak pantaslah kita tidak mensyukuri nikmat Tuhan dalam keadaan apapun juga.

Ketika tubuh kita menyadari akan keterbatasan kita di dunia. Ketika diri kita sangat tergantung dengan semua peran masing-masing manusia, maka hanya kerendah-hatian yang akan muncul dan tampak di dalam diri kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun