Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Di MK, Prabowo Tuduh Pilpres Seperti di Negara Otoriter, Fasis, Komunis: Blunder Keempat!

6 Agustus 2014   22:24 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:15 1855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menarik melihat Prabowo berbicara di Mahkamah Konstitusi hari ini dalam rangka gugatan pilpres melawan KPU. Prabowo menghina bangsa Indonesia secara keseluruhan. Pernyataan itu menjadi blunder keempat Prabowo. Kenapa? Prabowo menyamakan pelaksanaan pemilu pilpres seperti pemilu di negara otoriter, fasis dan komunis. Namun, Prabowo tak bisa menunjukkan di negara mana ada pemilu seperti itu. Apa yang terjadi dengan kepribadian Prabowo terkait gaya bicaranya dalam pidato, berdebat dan menggugat, serta maksud teknik komunikasi Prabowo?

Sangat menarik mengikuti gaya bicara Prabowo dalam pidato, debat dan menggugat. Prabowo memunculkan diri dengan latihan keras menjadi orator alias tukang pidato. Terdapat perbedaan besar ketika lima tahun lalu Prabowo sebagai cawapres belum memiliki kemampuan pidato yang meyakinkan cenderung plegak-pleguk tak jelas baik intonasi, tekanan, dan artikulasi. Kini, Prabowo muncul menjadi seorang orator yang mengesankan dan terpersepsi sebagai kelihatan tegas, berwibawa dan cerdas.

Kampanye. Maka dalam kampanye pun Prabowo menjadi orator ulung dengan bahasa plastis khas jago pidato. Tekanan suara keras, muka tegang, mimik wajah serius, kerutan kening, mata memandang tajam, kepalan tangan ke udara, gerak-gerik tangan, kaki dan tubuh kaku menjadi pemandangan umum ketika melihat Prabowo berpidato.

Pilihan kata tegas dan berani seperti kata ‘maling', ‘rampok', ‘bocor', selain kata-kata seperti ‘bermartabat', ‘berdaulat', ‘mandiri', selalu diselingi dengan kata-kata pilihan hebat seperti ‘bangsa jongos', ‘budak', ‘kekayaan', ‘asing' dan sebagainya yang membakar semangat.

Prabowo sangat cocok untuk menjadi jurkam. Juru kampanye adalah tukang jual obat yang boleh berbicara bersemangat. Urusan benar atau tidak benar materi yang dibicarakan, namanya kampanye yang penting berbicara. Tukang jual obat pun akan memromosikan obat yang dijual sebagai mujarab, manjur, dan cespleng. Dalam pidato kampanye Prabowo sangat cocok dan menarik perhatian karena memromosikan diri sebagai solusi bangsa. Prabowo menawarkan dirinya sebagai obat bagi bangsa yang dianggap sedang kurang sehat.

Maka Prabowo dengan berapi-api melakukan orasi dalam kampanye dengan penuh semangat. Yang penting berteriak, ngomong, membakar semangat agar pendengar mengikutinya. Kampanye Prabowo dilakukan dengan segenap energi, tenaga, namun kurang isinya. Isinya ya itu itu saja.

Coba perhatikan Pidato Polonia ketika mengundurkan diri dari proses Rekapitulasi Pemilu pada tanggal 22 Juli 2014. Prabowo menyampaikan atas tindakannya adalah atas nama keadilan, atas nama rakyat, atas nama kebenaran, atas nama keadilan, dan atas nama demokrasi. Selalu pada bagian tertentu Prabowo mengajak ‘rakyat ikut mengawal' tindakanannya.

Lalu video di Youtube yang berisi ‘curhat' dan ajakan atas nama rakyat untuk berjuang memenangi pemilu pilpres sekaligus. Yang menjadi pertanyaan, rakyat yang mana yang mau diajak berjuang bersama Prabowo dan atas nama rakyat yang mana yang disebut dan dibawa-bawa oleh Prabowo. Menyebut 8 juta pengikut di Facebook bukan jaminan rakyat Indonesia mengikuti kemauan Prabowo.

Dalam berdebat pun Prabowo menunjukkan gaya berpidato, gaya orasi yang meledak-ledak dan bersemangat, hingga tampak tegang dan kehilangan esensi makna debat. Debat dibawa ke ranah umum, dibawa ke ranah utopis tak terukur. Debat dibawa oleh Prabowo ke kondisi ideal dan harapan serta ilusi dan cita-cita, bukan berdebat untuk menemukan esensi dan akhirnya didapatkan solusi. Maka tak mengherankan dalam debat pilpres Prabowo kalah telak melawan Jokowi karena Jokowi lebih menguasai permasalahan secara riil di lapangan.

Kini, di sidang gugatan hasil pilpres, di Mahkamah Konstitusi, Prabowo menuduh pelaksanaan pilpres 2014 sebagai pelaksanaan pilpres yang mirip di negara otoriter, fasis dan komunis. Perlu diketahui tak ada satu pun negara di dunia yang bisa dijadikan contoh sebagai negara otoriter, fasis dan komunis.

Pidato Prabowo di Mahkamah Konstitusi tidak menyentuh pokok permasalahan dan disampaikan asal berbunyi nyaring dan dapat menarik perhatian. Tuduhan kecurangan pilpres oleh KPU akan mudah dipatahkan karena tuntutannya sendiri disusun dengan sembarangan dan tanpa bukti otentik. Maka dapat diduga bahwa Prabowo akan mengalami kekalahan di Mahkamah Konstitusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun