Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Berita Setya Novanto, Nikita Mirzani, Riza Chalid, Ahmad Fathanah dan Legalisasi Prostitusi

11 Desember 2015   19:12 Diperbarui: 11 Desember 2015   20:06 3720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Maharani Suciono I Sumber kaskus.co.id"][/caption]

Kasus Setya Novanto menyeruak bersama dengan mafia Petral Riza Chalid atau Reza Chalid dalam Papa Minta Saham. Jauh sebelumnya, Ahmad Fathanah dalam kasusnya bersama pentolan partai agama PKS Luthfi Hasan Ishaaq pun mengoleksi para pelacur termasuk yang digelandang di Hotel Le Meridien, Maharani Suciono.Kini muncul lebih terbuka jelas protitusi artis Nikita Mirzani. Publik pun terbelah, setelah beberapa artis terlibat pelacuran ditangkap, kini Nikita Mirzani dan Puty Revita publik pun terperangah. Mari kita tengok hubungan simbiosis mutualisma antara para artis dengan para mafia, koruptor, dengan contoh di atas dengan hati jauh dari gembira senang riang sentosa bahagia suka-cita pesta-pora selamanya senantiasa.

Hampir semua kegiatan prostitusi dan korupsi melibatkan: perempuan, kalau bukan istri kedua atau ketiga ya perempuan prostitusi. Kasus Gatot Pujo Gubernur Sumatera Utara melibatkan istri kedua Evi.Ahmad Fathanah melibatkan artis atau pemain sinetron seperti Vitaly Sesa bahkan sampai artis senior pun menerima uang dari Ahmad Fathanah. Ada kaitan erat antara korupsi dengan perempuan. Pun, sejak awal terkuat bahwa pelanggan para prostitusi artis adalah pejabat sampai pebisnis.

Sepak terjang para mafia dan para pelanggan selebritas dan pejabat yang menjadi langganan pun bertebaran di hotel berbintang di Jakarta sampai rumah-rumah peristirahatan di dalam kota Jakarta, daerah satelit Tangerang dan Bekasi sampai Bopunsujur (Bogor, Puncak, Sukabumi, dan Cianjur) dengan lokasi lain sekitar Bandung. Sistem praktik mereka melalui perantara dari klub-klub hiburan elit di Jakarta. Itu tergambar dari rangkaian penangkapan terhadap mucikari O dan F Manager Nikita Mirzani misalnya. Pola itu selalu sama. Hal yang sama terjadi pada kasus pedagang daging mentah manusia yakni Robby.

Nah, kasus yang menyeruak terkait Nikita Mirzani dan Puty Revita tak membuat masyarakat terkejut. Masyarakat lebih realistis karena faktanya adalah adanya offer and demand – tawaran dan permintaan – dalam bisnis pelacuran. Pun semua difalitasi dengan legal: hotel ada, pelacurnya pun ada, dan pelanggannya pun ada. (Yang tidak sah dan illegal adalah perantara dan mucikari yang dianggap sebagai penjual dan pedagang manusia – padahal manusia yang diperdagangkan mau dan senang. Lah kok mucikari dianggap bersalah, illegal menjual dan memerdagangkan manusia. Mengenai pelanggannya sendiri tak dikenai pasal apapun. Legal.)

Nah, dari sinilah publik merasa bahwa penangkapan artis yang berprofesi sebagai pelacur sebenarnya tidak perlu. Kenapa? Seharusnya prostitusi dilegalisasikan dan menjadi pekerjaan dan dikenai pajak seperti di Jerman, Inggris, Jepang, Swedia, Denmark dan negara-negara maju agar negara mendapatkan pendapatan pajak. Toh secara hukum keagamaan yang menanggung dosa dari perbuatan mereka adalah mereka sendiri. Mereka pun selalu berkaitan dengan para manusia yang belepotan dosa sepert koruptor, mafia, politikus korup seperti dalam kasus Ahmad Fathanah kader partai agama PKS yang korupsi melibatkan Luthfi Hasan Ishaaq.

Jadi, berita terkait Nikita Mirzani dan Puty Revita itu dibiarkan saja karena yang menanggung dosa mereka sendiri. Lain halnya dengan dugaan pemufakatan jahat Setya Novanto yang tengah didalami oleh Kejaksaan Agung sangat merugikan bangsa dan negara serta mencatut Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla. Terlebih lagi mafia Petral Muhammad Reza Chalid atau Riza Chalid yang merampok uang dan merugikan negara US $ 18 milyar dollar atau setara dengan Rp 2,500 triliun. Kasus Papa Minta Saham harus menjadi perhatian karena merugikan rakyat.

Salam bahagia ala saya.

 

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun