Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Aceng HM Fikri dan Taliban, Fani Oktora dan Malala: Motif Tersembunyi Melawan Etika Keumuman

9 Desember 2012   12:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:57 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bupati Garut Aceng HM Fikri telah sukses menjadi berita di dunia. Jaringan televise dunia CNN dan Aljazeera, harian the New York Times, the Guardian dan aneka harian di Malaysia juga menyoroti pernikahan rekor 4 hari Aceng melawan Fani Oktora. Berita tambahan adalah Shinta dinikasi Aceng untuk dua bulan.

Aksi Bupati Aceng menikahi perempuan muda ini tidak sah menurut ajaran agama, dan sah tidak menurut etika keumuman. Bayangkan, tujuan perkawinan yang umum adalah membentuk keluarga yang mawadah, sakinah wa rahmah! Yang dilakukan Aceng tak lebih dan tak kurang hanyalah keisengan seorang lelaki yang menganggap diri kaya. Perempuan dianggap oleh Aceng sebagai produk yang bisa dibeli. Hukum perkawinan masih saja menempatkan perempuan sebagai ‘pelayan bagi lelaki yang menikahi'. Maka demi keinginan jiwanya yang bergelora, mencarilah lewat para ajudan dan pembantu-pembantunya, Aceng bergerilya mencari perempuan untuk dinikahi.

Pemahaman para wanita yang menghormati institusi perkawinan ditabrak dan dimanfaatkan oleh Bupati Garut. Aceng berpikir bahwa dengan alasan agama, maka segalanya akan beres. Alasan keabsahan sesuai agama digunakan untuk meredakan gejolak dari masyarakat Garut yang menganggap tindakan Aceng adalah tindakan pelecehan terhadap harkat dan martabat perempuan.

Tidak kurang Menteri Pemberdayaan Perempuan, Menteri Dalam Negeri, Presiden Republik Indonesia menyampaikan keprihatinan yang mendalam. Yang tidak menyampaian keprihatinan dan bahkan mendukung langkah Bupati Garut pun tak kalah sangat banyak. Publik terpecah menjadi dua; pendukung dan penentang tindakan menikah empat hari Aceng. Yang nyata adalah, Rakyat Garut menunutut Bupati Garut Aceng untuk mundur dari jabatannya.

Memang dalam menyikapi hukum agama, di mana pun akan selalu menempatkan hukum itu menjadi relative. Contohnya, larangan untuk anak perempuan tidak bersekolah oleh Thaliban di Afghanistan dan sebagian Pakistan yang dikuasai oleh ekstrimis Taliban. Perempuan dilarang bersekolah oleh karena kepercayaan agama Islam yang diintepretsikan oleh Taliban sesuai kepentingannya.

Langkah ekstrimis Taliban ini juga menimbulkan pertentangan di masyarakat Pakistan. Sebagian mendukung sebagian tidak mendukung anjuran dan ajaran Taliban yang katanya menurut ajaran Islam. Salah satu yang menentang itu adalah Malala Yousafzai. Malala melawan ajaran sesat Taliban dengan mengampanyekan pendidikan untuk anak-anak perempuan di Pakistan, khususnya di Barat Laut Pakistan yang dikuasai oleh Taliban. Penentangan ini menyebabkan Taliban berusaha membunuh Malala. Ajaib, Malala tidak tewas dan kini tengah menjalani perawatan di sebuah rumah sakit di Birmingham Inggris.

Fani Oktora - remaja yang menikmati pendidikan di pesantren putrid di Garut, tidak seperti nasib anak perempuan di sebagian wilayah di Pakistan - mengalami penekanan di dalam jiwanya ketika harus menghadapi kasus ini. Bisa dibayangkan remaja usia 18 ini kini mendapat tekanan kuat baik dari para politikus Garut maupun publik yang sekedar ingin tahu perkembangannya. Ketenaran yang didapatkan oleh Fani Oktora akibat pernikahan dengan Aceng mengakibatkan dua akibat berbeda.

Akibat buat Aceng adalah Aceng harus menanggung perbuatan nafsu badaniahnya dengan tuntutan untuk mundur sebagai Bupati Garut. Akibat buat Fani Oktora adalah ketenaran yang didapatkan berupa cap menikah siri empat hari. Stigma negatif ini sungguh-sungguh tidak mudah dilupakan oleh Fani Oktora. Bagi Garut, ketenaran dodol Garut dihapus oleh ketenaran Bupati Garut akibat pernikahan empat hari itu. Atau justru dengan tabiat Bupati Garut Aceng dan orang Garut akan lebih terkenal?

Yang jelas, tindakan Aceng mirip dengan apa yang dilakukan oleh Taliban, keduanya memanfaatkan legitimasi agama untuk bertindak sesuai dengan keinginan dan tujuan yang hanya Taliban dan Aceng tahu motifnya. Taliban melarang anak perempuan bersekolah - dengan motif yang tak jelas. Aceng menikah empat hari lalu menceraikan Fani Oktora - dengan motif yang tak jelas pula.

Yang jelas, tindakan Aceng HM Fikri Bupati Garut menikah empat hari dan Taliban menembak Malala memiliki tujuan yang disimpan dan bermotif tak jelas - ada agenda dan motif tersembunyi di balik tindakan Taliban dan Aceng. Jika tindakan mereka benar, pastilah pernikahan itu tak akan mendorong protes di Garut dan tak akan menjadi berita besar di Dunia. Demikian pula, jika tindakan Taliban itu benar tak akan ada penetapan Malala Day - 10 November oleh PBB.

Begitulah etika dan keumuman berbicara lebih keras di atas anggapan dan pemanfaatan agama sebagai alasan untuk bertindak dan menyembunyikan motif sesungguhnya sebuah perbuatan. Maka jangan menyembunyikan motif pribadi yang melanggar etika keumuman seperti yang dilakukan Aceng dan Taliban. Karena sesungguhnya etika keumuman akan mengalahkan motif tidak suci atas nama agama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun