Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Prasasti Rukam Ungkap Situs Liyangan Bagian Kerajaan Medang atau Mataram Kuno

28 Desember 2015   14:09 Diperbarui: 28 Desember 2015   14:20 1922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Corak khas candi Hindu dibangun di atas bunga teratai I Dok Ninoy N Karundeng"][/caption]Prasasti Rukam mengungkap situs Liyangan sebagai bagian dari kerajaan Medang atau Mataram Kuno. Situs Liyangan atau Candi Liyangan di Dusun Liyangan, Desa Purbasari, Ngadirejo, Temanggung, Jawa Tengah sangat menarik. Situs Liyangan yang diyakini sebagai situs perkampungan penting Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Medang makin menguak eksistensi dan keberadaan Kerajaan Medang. Dari berbagai penelitian epigrafi, termasuk Prasasti Rukam, setelah ditemukannya Situs Liyangan, maka keberadaan Kerajaan Mataram Kuno semakin terjelaskan eksistensinya yang rancu dengan Kerajaan Medang.

Mari kita telaah eksistensi kerajaan Medang atau Mataram terkait temuan situs Liyangan dan penjelasan Prasasti Rukam dengan hati gembira berbinar ria riang suka-cita menemukan kejelasan tentang Kerajaan Medang atau Mataram suka-suka menari menyanyi berdansa selamanya senantiasa berdasarkan penelitian Ninoy N Karundeng.

[caption caption="Candi pemujaan di pelataran barat Situs Candi Liyangan I Dok Ninoy N Karundeng"]

[/caption]Misteri Mataram Kuno. Hal paling menarik terkait Kerajaan Mataram Kuno adalah sampai saat ini pusat pemerintahan dan keberadaan Kerajaan Mataram Kuno belum jelas. Meskipun disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Mataram Hindu berpindah-pindah pusat pemerintahannya, sampai saat ini tetap belum diketahui. Situs Liyangan dan Prasasti Rukam sedikit membantu membuka misteri tentang Kerajaan Mataram Kuno.

Dari kajian ilmu arkeologi-sosial, jelas sekali bahwa Situs Liyangan merupakan Situs Mataram Kuno (baca: Kerajaan Medang). Khusus Situs Liyangan, dari percandian dan bentuk bangunan menunjukkan masa awal Dinasti Sanjaya di bagian Utara dengan ciri khas kurang ornamen dan sederhana – sebagaimana kawasan percandian di Dieng dan Gedongsongo. Coraknya pun jelas Hindu – dengan ditandai keberadaan yoni dan lingga, dan bangunan berdasarkan bentuk bunga teratai.

[caption caption="Dasar Candi Liyangan bercorak Hindu dengan kelopak teratai I Dok Ninoy Karundeng"]

[/caption]Sementara fakta yang mencengangkan adalah dalam masa periode Kerajaan Mataram Kuno (baca: Medang) kehidupan beragama Hindu dan Buddha tetap berjalan dan saling memerintah. Bangunan besar Hindu dan Buddha saling dibangun pada masa Sanjaya dan di kemudian hari Syailendra pula. Itu berlaku dalam masa kemudiannya pada abad ke-8 dan ke-9 serta abad berikutnya. Bukti terbesar adalah bangunan megah percandian Mendut-Pawon-Borobudur dan percandian Prambanan-Sewu-Plaosan.

Terkait Mataram Kuno – harus dibedakan dengan kerajaan Mataram baru yang Islam abad 16-17 sebagai kelanjutan Kerajaan Demak-Pajang – temuan Situs Liyangan justru semakin membuat kejelasan tentang Kerajaan Mataram (baca: Medang) menjadi semakin jelas. Temuan lokasi Situs Liyangan itu menunjukkan tatanan ke-datu-an atau Keraton dalam satu pemukiman. Melihat besarnya bangunan-bangunan rumah atau istana yang melebihi besaran candi-candi, dipastikan tempat itu adalah salah satu pusat kekuasaan di Kerajaan Mataram (baca: Medang).

Kajian ilmu epigrafi terhadap prasasti-prasasti terkait Kerajaan Mataram (baca: Medang) hanya dua kali yang menyebut kata ‘mataram’ yakni Medang I Bhumi Mataram (zaman Sanjaya dan Dyah Wawa) saja. Selanjutnya semua menyebutkan kata ‘medang’ yakni Medang i Mamrati (Rakai Pikatan), Medang i Poh Pitu (Dyah Balitung), Medang i Bhumi Mataram (Dyah Wawa), Medang i  Tamwlang dan Medang i Watugaluh  (Mpu Sindok) dan Medang I Wwatan (zaman Dharmawangsa Teguh). Kajian epigrafi dari prasasti menunjukkan dengan jelas kata ‘medang’ selalu disebut untuk menyebutkan nama kerajaan yakni Medang – bukan Mataram. Jadi yang selama ini disebut sebagai Kerajaan Mataram sesungguhnya lebih tepat disebut Kerajaan Medang.

Lalu apa makna kata Medang dan Mataram dalam bahasa Jawa Kuno atau Kawi? Kata ‘medang’ berasal dari kata ‘medan’ dalam bahasa Kawi yang artinya ‘tempat’. Akhiran bunyi ‘an’ sering dibunyikan “ang’ dalam bahasa Jawa atau Kawi. Bahkan sampai sekarang pun penutur bahasa Jawa masih sering menambahkan akhiran ‘ang’ pada kata yang berakhir bunyi ‘an’: contoh ‘lapangan’ dibunyikan jadi ‘lapangang’, kata ‘panganan’ diucapkan ‘panganang’, lalu kata ‘kondangan’ diucapkan menjadi ‘kondangang’. Bahasa Manado pun mengenal ucapan demikian: ‘'jangan’ menjadi 'jangang, ‘jalan’ menjadi ‘jalang’, ‘bukan’ jadi ‘bukang’, dst.

Sementara kata ‘mataram’ berasal dari kata bahasa Kawi ‘mentar’ atau ‘metar’ (artinya berpindah, pergi) yang mendapatkan awalan ‘ma’ (yang berarti ‘di’) dan akhiran ‘-ama’ (bermakna ‘terpaksa’). Maka dirangkai menjadi kata ‘ma-metar-ama’ yang disingkat dalam pengucapan menjadi ‘mentaram’ atau ‘mataram’. Arti kata ‘metaram’ atau ‘mataram’ atau ‘mentaram’ adalah ‘terpaksa berpindah di atau ke’. Pun dalam bahasa Jawa modern untuk menyebut ‘Mataram’ dibahasahaluskan menjadi ‘Mentawis’ seperti terdapat dalam buku Babat Tanah Jawi dalam bahasa asli Jawa.

Fakta keberadaan Kerajaan Medang. Jadi diperkirakan penyebutan Medang sering tergantikan dengan kata ‘Mataram’ pada masa kerajaan Medang karena sifat Kerajaan Medang yang berpindah-pindah menurut tempat pusat kerajaan Medang. Demi mudahnya maka prasasti pun tetap menyebut kata Medang berdampingan denga kata Mataram atau Bhumi Mataram. Bhumi mataram berarti ‘tempat berpindah secara terpaksa di suatu tempat’. Fakta lainnya adalah selama periode kekuasaan Kerajaan Medang, pusat pemerintahan berpindah sebanyak 7 (tujuh) kali yakni di Bhumi Mataram, Mamrati, Poh Pitu, Bhumi Mataram, Tamwlang, Watugaluh, dan Wwatan. Dan … ketujuh tempat tersebut merentang luas di Jawa Tengah sampai Jawa Timur.

Dengan demikian, Situs Liyangan dapat dikaitkan langsung dengan Prasasti Rukam. Sementara prasasti-prasasti lain pun seperti Prasasti Minto, Canggal, dll. lebih menguatkan tentang sebenarnya yang selalu disebut sebagai Kerajaan Mataram adalah Kerajaan Medang. (Akan halnya Mataram Islam menggunakan kata Mataram sebagai kerajaan yang berpindah-pindah di Solo, Pajang, Jogjakarta dengan tetap memakai nama Mataram.) Mataram, dalam Mataram Hindu atau Mataram Kuno hanyalah cara lain untuk menyebut Kerajaan Medang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun