Namaku Kirana Maharani. Kelas sebelas IPA satu. Sehari-hari aku dikenal sebagai gadis yang cerewet, gampang tertawa, dan terlalu aktif ikut kegiatan sekolah.Â
Aku suka menyapa siapa saja, termasuk tukang kebun yang lewat di depan kelas. Aku kira, aku sudah kenal semua orang di sekolah ini. Sampai akhirnya, dia datang.
Namanya Luka. Ya, Luka---seaneh itu namanya. Dia pindahan dari sekolah entah di mana, dan guru wali kelas memasangkannya duduk denganku karena bangku belakang kosong.Â
Saat dia duduk di sebelahku untuk pertama kalinya, dia bahkan tidak mengangkat kepala. Matanya menatap ke arah luar jendela. Tidak berkata apa-apa. Tidak menjawab sapaku. Aku seperti tembok baginya.
Hari demi hari, Luka tetap seperti itu. Diam. Tidak pernah menyapa. Tidak pernah bertanya. Dia hanya bicara kalau ditanya guru, dan jawabannya selalu singkat. Waktu ulangan, dia pintar. Tapi waktu jam istirahat, dia selalu sendiri.Â
Kadang dia membawa bekal dan makan di pojok taman, sendirian. Kadang dia hanya menulis sesuatu di buku catatannya. Dan aku, yang biasanya cuek dengan hal-hal kayak begini, malah jadi penasaran.
"Namamu beneran Luka?" tanyaku suatu hari, setengah bercanda tapi penuh rasa ingin tahu.
Dia menoleh sekilas. "Iya."
"Nggak mau cerita kenapa bisa dikasih nama itu?"
Dia diam. Aku menyerah.