Berubah Sekejap
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu
Sebagai gadis remaja usia tujuh belas tahun, Widuri sangat disukai oleh teman-teman sebaya. Selain pandai bergaul, supel, humble, friendly, dan cukup humoris, ia terkenal sebagai seorang penari jempolan. Dapat dipastikan, ia selalu menjadi pilihan pertama dan utama jika sanggar sedang melakukan perhelatan tari.
Ia sudah malang melintang di dunia tari. Beberapa kali memperoleh job untuk mengisi acara pada wedding ceremony yang diselenggarakan oleh Wedding Organizer terkenal di kotanya. Bahkan, oleh pelatih tarinya, seringkali ia diminta menjadi asisten guru tari. Sikap dan sifatnya yang rendah hati pun sangat membantunya menjadi sosok adem, ramah, dan santun terhadap adik-adik usia sekolah dasar yang menjadi peserta latihan tari di sanggar milik gurunya itu.
Senyum  manis dara ayu dengan pipi berlesung sebelah kiri, dihias gigi gingsul itu sungguh sangat menawan bagi para penggemarnya. Gerakan halus gemulai seirama dengan gamelan pun sangat memikat para penikmat tari tradisional yang dilakoninya. Itulah sebabnya, tidak mengherankan jika memasuki bulan-bulan 'musim kawin' attau 'musim pengantin' pundi-pundi Widuri kian menggeliat gendut saja.
Jadi, karena berbagai kelebihan yang dimilikinya itulah, Widuri menjadi seseorang yang cukup spesial di mata komunitasnya. Cerdas, tangkas, dan trengginas di mata pelatih tarinya. Sementara, di mata para yunior, ia adalah kakak tingkat yang sangat melindungi, paling telaten dan teliti dalam melatih setiap gerakan tari.
Tidak jarang bintang panggung itu dicari-cari baik oleh owner Wedding Organizer, atau siapa pun yang pernah melihat, menikmati, atau mengenal peragaan tari yang disajikannya. Kepribadian cukup mantap, penampilan sederhana dan busana bersahaja yang ditunjukkannya pun menambah nilai plus tersendiri. Penguasaan jenis tariannya pun cukup banyak. Untuk acara mantu atau ngunduh mantu, menjadi cucuk lampah bagi pengantin sebelum memasuki area hajatan, sekaligus penari yang diidolakan masayarakat. Demikian  juga pada  acara-acara resmi lain di jalur pemerintahan maupun swasta, penguasaan tarinya sangat mumpuni. Namanya pun cukup moncer.
Namun, sejak sekitaran semingguan belakangan ini perilaku Widuri menjadi aneh dan cukup membuat gelisah sang sepupu. Wangi! Ya, Wangi merasa menjadi sosok  paling terdampak oleh ulah Widuri. Betapa tidak. Widuri yang biasanya bersikap dan bertingkah sangat manis mennjadi uring-uringan dan sewot tanpa sebab jelas.
Puncaknya, ketika suatu saat kedua gadis itu hendak melakukan latihan tari seperti biasa. Saat itu kebetulan berada di pendopo agung sebuah kabupaten yang terletak di dalam kota, bukan seperti latihan biasa di tempat kecil. Wangi mengemukakan secara baik-baik kepada sepupunya. Kebetulan si sepupu memang sedang berdiskusi dengan beberapa orang terkenal. Mungkin moment atau timing-nya sangat tidak tepat pula.
Â
"Mbak Wik ... sampur kuning boleh kupinjam?" Wangi meminta izin meminjam sampur karena ia lupa tidak membawa perlengkapan tari tersebut. Sementara, ia tahu persis Widuri selalu membawa cadangan.
"Nggak boleh! Enak saja!" tangkis Widuri menggertaknya dengan mata terbeliak.
Tentu saja Wangi sangat kaget. Tumben sekali sang sepupu membentak seperti itu. Di mana kelembutan yang selama ini dipertontonkan kepada siapa pun termasuk kepada dirinya? Bukan hanya tersentak, melainkan sangat terhenyak. Sungguh merupakan sesuatu yang sangat menohok.
"Ada apa gerangan?" tanya Wangi di dalam lubuk hatinya.