Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku tunggal 29 judul, antologi berbagai genre 170 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kuncup Rekah Jadilah Berkah (Bagian 1)

8 September 2024   17:14 Diperbarui: 8 September 2024   18:26 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kuncup Rekah Jadilah Berkah    
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Tidak kusangka sama sekali, aku diterima di salah satu SMA favorit yang berada di kota. Suatu kehormatan yang tidak kuduga. Bersama Ayah dan Ibu aku mengucap syukur kepada Allah yang Mahabaik. Tiga  tahun mengenyam bangku SMP kecamatan saja sudah sangat membahagiakan, apalagi hari ini aku diterima sebagai siswa SMA berbeasiswa. Kalau kuingat kisah masa laluku, sungguh ini peristiwa yang sangat luar biasa.

Awal diterima di SMP, aku yang masih sedikit trauma, tetapi berusaha berperilaku baik kepada semua orang. Di kelas awal aku masih merasa rendah diri dan minder sehingga tak banyak teman. Tubuhku yang superbesar masih menjadi momok dan bayang-bayang buram. Memang hanya beberapa kawan SD yang sama-sama melanjutkan di sekolah ini. Mereka inilah yang tahu persis riwayat perundungan yang kualami dan memang masih menatap sinis terhadapku.

Pada suatu saat, tepatnya upacara bendera, aku pernah diminta menjadi petugas upacara,  menjadi ajudan Pembina Upacara. Karena grogi, takut, dan malu aku melakukan kesalahan fatal. Cara berjalanku salah, kakiku terasa kesrimpet sehingga aku jatuh berdebum  sehingga menimbulkan keributan. Peserta tertawa dan upacara kacau, tidak khidmat. Di sanalah kembali kudengar teriakan nyaring seseorang, "Si Gembrot otak udang!"

Aku sangat malu. Dampaknya diare berkepanjangan kuderita selama beberapa hari. Sudah berobat ke puskesmas dan minum obat, tetapi tidak ada hasilnya, tak kunjung sembuh. Rupanya aku terkena penyakit psikologis cukup parah. Kutinggalkan  pelajaran sekitar dua mingguan karena sakit.

Saat  itulah, guru SD-ku berkunjung ke rumah. Beliau  berpesan agar aku memaafkan teman yang kuanggap berbuat jahat. Aku diminta bersyukur dan selalu tersenyum.  Guru  BK SMP pun datang membesukku ke rumah. Kebetulan nama beliau berdua mirip. Jika guru SD-ku bernama Bu Suyanti, guru BK SMP-ku ini Bu Suryanti. Saat berkunjung, aku menceritakan kesedihanku. Mendengar ceritaku itu Bu Suryanti membeberkan pengetahuan baru buatku mengenai filosofi Gajah.

Gajah, hewan besar itu, tidak kuat berlari. Sebaliknya, singa, macan tutul, dan hewan buas pemangsanya mengandalkan kecepatan berlari, cakar, dan taringnya. Saat  tidak berada di dalam kawanan, gajah yang sendirian merupakan mangsa empuk dan akan kalah dengan hewan buas sebagai predator tersebut. Namun, jika berada di dalam kawanan, gajah itu akan aman. Itulah sebabnya mengapa hewan besar yang lemah dan tidak memiliki senjata tajam selalu berada di dalam kawanan atau kelompoknya. Ternyata hukum alam berlaku demikian.

Orang-orang yang melakukan perundungan pun sama, mereka selalu berkelompok. Mereka melakukan aksi kroyokan bersama geng-nya. Mereka  mem-bully seseorang yang sedang sendiri, tidak memiliki teman, atau dianggap lemah. Dengan cara itu mereka beroleh suatu kesenangan dan keasyikan. Sasaran dijadikan bulan-bulanan, ejekan yang dianggap lelucon, gurauan, atau olokan sehingga mereka merasa puas dan senang. Tidak pernah terpikirkan bagaimana perasaan seseorang yang mereka perolok itu!

Jika merasa memiliki kelemahan, dimintanya aku meniru ulah gajah. Gajah tidak pernah melepaskan diri dari kelompoknya. Aku  pun harus berada di lingkungan yang solid, kawan-kawan baikku! Harus kujaga perasaan mereka dengan tidak berbuat jahat sebab aku tahu bagaimana sakitnya ketika seseorang menjahatiku.

Saat itulah aku mengerti. Karena dulu selalu menyendiri, tidak punya teman, tepatnya tidak mau berteman sehingga aku menjadi bahan olokan, gunjingan, cemoohan, ejekan, dan hinaan teman-teman. Bu Suryanti pun berpesan agar aku mengubah mindset-ku. Setelah sembuh dimintanya aku bergabung dengan tim kesenian, keterampilan putri, dan yang lain sesuai hobiku. Setelah kunjungan beliau aku berjanji akan menjalin relasi sebanyak mungkin.

Melalui  bimbingan khusus, aku mengikuti beberapa kelas tambahan. Di kelas tersebut dipersyaratkan agar kepada siapa pun aku berusaha berperilaku santun, ringan tangan, dan berteman baik. Aku belajar bagaimana harus selalu tersenyum, bersikap ramah, dan berusaha membantu kesulitan teman. Maka, mereka bersedia melupakan kekuranganku dan hanya melihat kelebihanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun