Mohon tunggu...
Ninik Karalo
Ninik Karalo Mohon Tunggu... Guru - Pendidik berhati mulia

Fashion Designer, penikmat pantai, penjelajah aksara-aksara diksi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Melanglang Buanalah dengan Caramu!

23 September 2020   08:28 Diperbarui: 19 September 2021   03:23 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melanglangbuanalah dengan Caramu!


Nak!
Bukankah kau sendiri tahu jika metafora itu
ungkapan satu kata yang bermakna dua atau lebih?
Kau kambing hitamkan aksaraku  
Kau tunjukkan seolah kau bintang kehidupan
Kau selipkan aksaramu di balik
indahnya dewi malam
Kau campakkan aksaraku

Sedang aku?
Aku hanya bisa berlapang dada
Padahal aku tak pernah menyelipnya sembarangan
Apalagi menikamnya persis ke ulu hati, sebab
aku ingin nadiku berisi detak rindu yang penuh santun
seperti isi bakulku yang tiada lelahnya kupikul
yang sudah bermil-mil tanpa pernah mengeluh

Sedikit demi sedikit
telah kuurai
segala isinya, sebab
jika terburai sekaligus
kau akan tahu betapa beban
yang kutanggung, derita yang pikul
'kan berubah menjadi gumpalan kesombongan
'kan menjelma menjadi buntalan keangkuhan
kelak 'kan menggerogoti jiwa besarku, Nak!

Aku tak ingin seperti si raja hutan
yang menguasai rimba raya
tanpa  menghirau kemajemukannya
Aku hanya ingin hutanku sejuk berwarna
omnivora yang kau tuding, itu tak benar!
aksaraku terbungkus personifikasi
larik yang kupunya merdu memeluk bait

Ragaku menempel majas hiperbola
tersurat melebih-lebihkan  
agar maknanya tersirat
Kenapa? Itu urusanku

Ciri fiksi memiliki gaya bahasa
dalam fiksi boleh ambigu
dalam non-fiksi jauhi ambigu
kau 'kan tercekik  
jemarimu sendiri

Personifikasi itu
menghidupkan benda mati
menjadi seolah hidup,
itu memang bagianku
Tapi tahukah kau?
berapa banyak majas
di muka bumi ini?
dua puluh lima majas,
mungkin juga lebih
Kau baru tahu satu, dua
mungkin tiga, empat?  

Nak... !
Aksaraku memang tak bening,
kini sedang hening
ia tak menghilang, tapi merenung lagi
Biarlah tangisan awan menjadi abadi  
Mengapa kau sibuk memperolok diri

Padahal kau tahu sendiri
kita punya bilik yang sama
tapi punya hak 'ntuk beda
kau punya beranda
dia punya ruang
dan aku? Menyepi dalam
ruangku, itu urusanku!

Kau bilang aku mengemis,
untuk apa?
Isi bakulku masih mampu
menghidupkan unsur intrinsikku
dua puluh lima majas
yang tersimpan dalam unsur intrinsik
masih mampu menghidupkan
seribu satu nyawa diksiku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun