Di dalam dunia yang tersembunyi dalam segumpal waktu, Kehidupan membeku, hukum perubahan terlupa, Seperti patung es abadi, diam tak bergerak.
Pohon-pohon menggantungkan daunnya di langit terbalik, Bintang-bintang terperangkap dalam jaring laba-laba besi, Air sungai mengalir sebagai benang-benang kaca yang rapuh.
Matahari terbelah menjadi dua, siang dan malam berdampingan, Namun tak pernah ada senja, tak pernah ada fajar, Malam-malam membeku, siang-siang tak pernah sampai.
Aku melangkah dengan kaki-kaki beku, mengikuti jejak-jejakku sendiri, Mencoba merobek waktu yang terhenti, mengurai benang-benang kusut takdir, Namun hukum perubahan tertawa, mengolok-olok usahaku yang sia-sia.
Di dalam kebisuan ini, ada rindu yang membeku, cinta yang terpaku, Kisah-kisah yang tak pernah berakhir, tapi juga tak pernah bertumbuh, Aku terjebak dalam lukisan tak bergerak, di antara warna-warna yang mati.
Ah, tetapi entah bagaimana, getaran kecil mulai mengusik dunia ini, Seolah-olah alam semesta merasa iba, akan keadaan yang terkekang, Gelombang-gelombang mikroskopis merayapi, mencoba membangunkan yang membeku.
Dan dalam satu detik, dunia ini bergetar, warna-warna mulai merayap, Hukum perubahan menari dengan riang, kehidupan kembali mengalir, Aku merasakan detak jantung waktu, menyatu dengan napas alam semesta.
Namun apakah ini nyata atau hanya ilusi dalam alam bawah sadarku? Apakah kehidupan benar-benar kembali, ataukah ini hanya mimpi singkat? Aku terbangun dalam tanya, di antara keraguan dan kepastian yang samar.
Surabaya, Agustus 2023